Bandung (Harian.co) — "Di era digital saat ini semua informasi relatif terbuka, berbagai kejadian di belahan bumi manapun bisa dengan cepat sampai di genggaman kita. Terlepas informasi itu benar atau tidak, tapi yang pasti sebagian besar masyarakat tentu sering merasa kesulitan untuk membedakan berita yang benar dengan yang hoaks. Apalagi dilengkapi dengan gambar, foto atau cuplikan video singkat tentu akan sangat meyakinkan, padahal mungkin saja didalamnya sudah mengalami proses editing, selipan animasi, dan sebagainya. Persoalan kemudian ketika muncul komentar dari orang – orang yang belum tentu kompeten sehingga menambah ramai jagat medsos. Misalnya saja tentang penggunaan suatu terminologi juga sering kali jadi rancu karena dijelaskan menurut persepsi masing – masing, contohnya penggunaan istilah Aorta Dissection," ujar Pemerhati Kesehatan Masyarakat Dede Farhan Aulawi di Bandung, Kamis (06/05/2021).
Selanjutnya dia juga menjelaskan bahwa menurut data epidemiologi, diseksi aorta lebih sering dialami oleh pria dibandingkan wanita, dan sekitar 80% kasus diseksi aorta didahului hipertensi. Kejadian ini bisa terjadi sekitar 30 kasus per 1 juta penduduk per tahunnya. Usia mayoritas yang terkena adalah pada usia 60 tahun. Diseksi Aorta (Aorta dissection) merupakan kondisi robeknya lapisan dinding pembuluh darah aorta, yang merupakan pembuluh darah terbesar di dalam tubuh. Penyakit ini dapat menyebabkan darah bocor dan keluar dari dinding pembuluh darah, sehingga berbagai organ dalam tubuh akan kekurangan pasokan darah sehingga memiliki resiko menimbulkan kematian. Gejalanya mirip dengan serangan jantung dimana didahului dengan keluhan nyeri dada. Terkadang penderita juga mengalami keluhan sesak napas, pusing bahkan tak sadarkan diri. Hal ini tentu tergantung pada seberapa parah robekan aorta yang terjadi. Ujarnya.
Kemudian ia juga menambahkan bahwa untuk memastikan apakah seorang pasien mengalami disksi aorta atau tidak, biasanya Dokter akan melakukan pemeriksaan CT-scan dada dan ekokardiografi untuk memastikan adanya robekan aorta, dan menilai luasnya robekan yang terjadi. Bila benar terjadi aorta dissection maka mau tidak mau penderita harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Selanjutnya alat untuk memonitor tekanan darah, irama jantung, dan pernapasan juga akan dipasang untuk memonitor kondisi pasien. Adapun pengobatan yang lazim dilakukan biasanya dengan cara pemberian obat beta bloker untuk menurunkan tekanan darah pasien dan memperlambat denyut jantung, sehingga robekan aorta tidak bertambah parah. Atau bisa juga dengan operasi penggantian pembuluh darah aorta.
Melihat beratnya resiko bagi penderita aorta dissection ini, maka sudah pasti langkah pencegahan jauh lebih penting untuk diperhatikan oleh masyarakat. Oleh karenanya para penderita hipertensi dianjurkan untuk selalu mengontrol tekanan darahnya dengan baik. Tekanan darah dianggap baik bila tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg. Kemudian langkah – langkah penting untuk mengendalikan tekanan darah dapat dilakukan dengan cara :
- Mengatur pola makan dengan baik. Banyak mengonsumsi makanan tinggi serat, membatasi garam, dan mengurangi makanan berlemak
- Melakukan olah raga teratur (regularly exercise), setidaknya lima kali seminggu dengan durasi 30 menit per hari
- Mengonsumsi obat anti hipertensi sesuai petunjuk dokter
- Kontrol ke dokter sesuai anjuran dokter
- Menghindari rokok dan paparan asap rokok
Adanya robekan pada dinding aorta menyebabkan terbentuknya saluran palsu dan mengganggu aliran darah dari aorta ke arteri karotid, koroner, renal, atau spinal, serta menyebabkan terjadinya pemisahan dinding bagian dalam dan luar aorta. Diseksi aorta ini dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 sistem klasifikasi berbeda, yaitu Stanford dan DeBakey, yaitu Stanford tipe A (DeBakey I dan II) dan Stanford tipe B (DeBakey III). Diseksi aorta memiliki gejala yang mirip dengan infark miokard dan aneurisma aorta, dan untuk membedakannya tentu dibutuhkan pemeriksaan penunjang lanjutan.
Perlu diketahui juga bahwa aorta merupakan pembuluh arteri terbesar dalam tubuh yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu aorta asendens, aorta desendens, dan aorta abdominalis. Aorta memiliki 3 lapisan dinding yang tersusun dari jaringan ikat dan serat elastin, yaitu lapisan intima, media, dan adventitia. Diseksi aorta lebih sering terjadi pada bagian proksimal dari aorta torakalis, namun juga dapat terjadi pada daerah distal aorta torakalis ataupun aorta abdominalis.
“Dalam konteks ini juga perlu diingat untuk membedakan antara Aneurisme Aorta dan Diseksi Aorta. Aorta adalah arteri terbesar dalam tubuh yang berasal dari jantung dan memasok darah ke seluruh tubuh melalui cabang arteri. Penyakit dalam aorta dapat menyebabkan penyempitan dan penggelembungan arteri yang abnormal. Jadi Aneurisme Aorta adalah penggelembungan (pembengkakan) aorta yang abnormal. Penggelembungan dinding aorta ini tentu dapat menyebabkan aorta pecah, yang kemudian menyebabkan pendarahan internal masif dan rasa nyeri yang parah. Sementara Diseksi Aorta adalah robekan dinding aorta. Diseksi menyebabkan lapisan dinding aorta menjadi terpisah saat darah mengalir sehingga bisa berdampak pada kehilangan darah secara cepat dan dapat menyebabkan keadaan darurat medis," Pungkas Dede.