Bukittinggi (Harian.co) — Terkait pernyataan Dafriyon yang menyatakan, "Kita menduga, sekali lagi menduga, bahwa gerakan mahasiswa ke DPRD Bukittinggi tidak murni. Saya dulunya juga aktivis, saya menilai dengan asumsi publik, bahwa ada dugaan perlemahan untuk Perwako 40/41," katanya pada Kamis, (20/05/2021) di sumbartime.com.
Pernyataan Dafriyon ini ditanggapi oleh Riyan Permana Putra yang merupakan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi. Ia menyebutkan bahwa, "Sangat jauh beropini bahwa aksi mahasiswa untuk melemahkan Perwako 40/41 dengan bergerak ke DPRD Bukittinggi, karna DPRD adalah lembaga legislatif bukan yudikatif. Dan berdasarkan Pasal 24A UUD NRI 1945 yang secara tegas menentukan bahwa pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang merupakan kewenangan Mahkamah Agung, yaitu lembaga yudikatif bukan lembaga legislatif," ujarnya.
Riyan juga menambahkan, "Adalah hal yang biasa jika kinerja DPRD dievaluasi mahasiswa dan kalangan akademis pun memang menggunakan acuan jumlah Perda yang dihasilkan untuk mengevaluasi kinerja DPRD di ranah legislatif. DPRD hanya tinggal menjawab saja pertanyaan mahasiswa. Namun karna ada gebrak meja, dan mic dimatikan serta ketika bicara sering dipotong wajar adik-adik HMI Bukittinggi walk out dan audiensi terhenti. Apalagi menurut Pasal 161 huruf j dan k UU Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD Kab/Kota berkewajiban menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya," tambahnya.
"Sesat pikir untuk melemahkan Perwako 40/41 dengan aksi ke DPRD Bukittinggi yang merupakan lembaga legislatif karna berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh ketentuan Pasal 24A UUD NRI 1945, Mahkamah Agung, sebagai lembaga yudikatiflah yang berwenang menguji peraturan daerah kabupaten/kota yang secara hierarki berada di bawah undang-undang (sebagaimana dijelaskan oleh Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011)," lanjutnya.
Riyan pun menceritakan, dalam sejarah konstitusi dan peraturan perundang-undangan kita, pemikiran mengenai pengujian ini pernah dilontarkan oleh Mohammad Yamin yang nota bene adalah Putra Minangkabau yang pada saat pembahasan rancangan undang-undang dasar di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Mohamad Yamin melontarkan pemikiran mengenai perlunya suatu lembaga yang melakukan pengujian konstitusionalitas undang-undang.
Dan terkait dengan dugaan Dafriyon bahwa aksi mahasiswa ini ditunggangi, Riyan yang pernah menjadi kader HMI Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menyatakan, kami tergerak menjelaskan ini karena berdasarkan Pasal 57 AD, alumni HMI berkewajiban tetap menjaga nama baik HMI, meneruskan misi HMI di medan perjuangan yang lebih luas dan membantu HMI dalam merealisasikan misinya.
Dan menurut kami HMI Bukittinggi audiensi HMI Bukittinggi ke DPRD Bukittinggi telah sesuai dengan tujuan HMI yang termaktub dalam AD/ART yang berbunyi: “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.” (sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 Anggaran Dasar HMI). Dan juga sesuai dengan Pasal 5 Anggaran Dasar HMI yang menyatakan, untuk mewujudkan tujuan HMI di Pasal 4, usahanya adalah dengan berperan aktif dalam dunia kemahasiswaan, perguruan tinggi dan kepemudaan untuk menopang pembangunan nasional. Beraudiensi dengan DPRD yang nota bene lembaga legislatif yang harus mempertangungjawabkan fungsi legislasinya.
Senada dengan Riyan, Mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bukittinggi membantah adanya isu tunggangan bersifat politis terkait aksi dan silaturahmi yang sempat memanas dengan DPRD setempat pada Senin (17/05/2021).
"Kami pastikan tidak ada latar belakang politis dari setiap aksi dan kegiatan yang HMI lakukan, semua yang kami lakukan dilakukan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat," kata Ketua Umum HMI cabang Bukittinggi, Muhammad Irvan di Bukittinggi, Selasa (18/05/2021).
Pewarta: RPP
Editor: Alex