Pangandaran (Harian.co) — “Pembahasan masalah korupsi ini nampaknya menjadi pembahasan yang tak pernah berakhir. Meskipun banyak oknum pejabat yang kena OTT, tapi dalam prakteknya perilaku korup masih tetap berjalan. Seolah mereka yang ditangkap dan dipenjara tidak memberikan dampak jera, takut atau minimal khawatir sehingga tidak melakukannya. Inilah hal penting yang menjadi PR bersama agar sama – sama membangun sistem yang mampu meminimalisir kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi (tipikor). Di sinilah pentingnya partisipasi publik dalam format pengawasan masyarakat sehingga bisa turut serta mencegah kemungkinan terjadinya perilaku korup di semua lini yang ada," demikian disampaikan oleh Dede Farhan Aulawi yang diundang oleh LSM Penjara untuk menjadi narasumber dalam acara Hari Anti Korupsi se-dunia (Hakordia) di Pangandaran, Rabu (05/01/2021).

Pada kesempatan tersebut, Dede juga menggarisbawahi pentingnya partisipasi dan pengawasan masyarakat terhadap area – area yang rawan timbulnya perilaku korup.  Jumlah area rawan tiap daerah bisa sama bisa juga berbeda, yang terpenting diharapkan seluruh masyarakat khususnya para pegiat anti korupsi mampu melakukan pemetaan terhadap area – area yang rawan timbulnya risiko korupsi. Sebagai rujukan bisa merujuk pada pengalaman penanganan perkara oleh KPK maupun aparat penegak hukum lainnya.

Beberapa area yang secara umum bisa dikatakan menjadi area yang rawan terjadinya korupsi di tingkat daerah, meliputi Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa. Oleh karenanya tentu diperlukan komitmen yang kuat dari unsur pimpinan daerah hingga DPRD. Dengan demikian maka baik eksekutif maupun legislatif harus sama – sama menjaga integritas dan terus memperkuat tata kelola yang terintegrasi. 

“Disinilah pentingnya melakukan pemberdayaan aparatur pengawasan intern pemerintah (APIP). Dimana mereka yang ditempatkan di fungsi ini tentu harus memiliki integritas, kompetensi dan keberanian untuk bertindak dengan lurus sesuai aturan yang berlaku. Di daerah – daerah sebenarnya kita tidak kekurangan orang yang pintar, tetapi kita masih sangat kurang untuk menemukan orang – orang yang memiliki integritas sehingga ucapan dan perilakunya bisa menjadi contoh sekaligus tauladan di lingkungannnya," ungkap Dede.

Kemudian dia juga menambahkan tentang pentingnya merubah mindset tentang pola fikir dan pola hidup. Pola fikir orang secara umum kadangkala memandang kesuksesan seseorang itu dinilai dari kekayaannya, sehingga tidak sedikit orang yang menumpuk kekayaan dengan segala cara hanya ingin dipandang sukses dan terhormat. Pola fikir materialistik seperti inilah yang banyak menghinggapi masyarakat sehingga kehormatan dan kekayaan menjadi tujuannya. Begitupun dengan pola hidup hedonis, dan kebiasaan bergaya hidup mewah lainnya. 

Lebih lanjut ia pun menyampaikan beberapa modus operandi yang sering dilakukan, dimana ruang lingkupnya mencakup Kolusi dan Persekongkolan Tender, Menimbulkan Kerugian Keuangan Negara, Penyalahgunaan Wewenang, Kelalaian Sebagai Unsur Maladministrasi Anggaran, Tidak Tertib Pengelolaan Anggaran, Pelanggaran Peraturan Teknis Administrasi. 

Adapun hal – hal yang sering menjadi kendala dalam pencegahan tindak pidana korupsi, adalah hambatan struktural, kultural, instrumental,dan manajemen. Sementara itu terkait dengan upaya pencegahannya bisa dilakukan dengan pembelajaran kolektif (collective learning) dengan dukungan APH dan APIP, menyelenggarakan sistem penganggaran, pelaksanan dan pelaporan serta pengawasan terpadu melalui e-budgeting, e-procurement, e-reporting, e-telecomunication, e-controlling, meningkatkan profesionalisme APH, APIP, dan aparatur pengelola anggaran serta pemangku kepentingan di bidang kebijakan pembangunan melalui pendidikan satu atap (one roof system). 

Terkait dengan beberapa modus operandi yang telah dipaparkan, dipandang perlu untuk merumuskan formulasi yang tepat untuk menerapkan subsidiaritas dengan tetap mengedepankan prinsip premium remedium ketika adanya pengulangan perbuatan dan/atau ketiadaan itikad baik. Dengan demikian, untuk mencegahnya perlu mendesain ulang pelayanan publik, memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi, meningkatkan pemberdayaan perangkat pendukung pencegahan korupsi. 

“Semangat dan berbagai upaya dalam melakukan pemberantasan korupsi, termasuk didalamnya merumuskan berbagai upaya untuk membangun sistem pencegahan menjadi sangat penting dan harus terus dilakukan secara berkesinambungan. Para pegiat anti korupsi jangan pernah lelah, apalagi menyerah kalah untuk terus berjuang. Para pegiat anti korupsi pada hakikatnya merupakan pejuang – pejuang pembangunan yang ingin menegakan harga diri dan marwah pemerintah secara terhormat, sebagai wujud nyata kecintaan terhadap bangsa dan negara. Oleh karenanya semua pihak yang terkait dihimbau agar jangan memusuhi mereka, malah sebaliknya harus bermitra sehingga bisa melakukan percepatan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN," pungkas Dede menutup keterangan.

(*)