Banyuwangi (Harian.co) — Gabungan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yakni Lingkar Studi Kerakyatan (LASKAR), Aliansi Rakyat Miskin (ARM) serta Gerakan Buruh dan Rakyat Anti Korupsi (GEBRAK) mengecam dan menyesalkan dugaan pembiaran pencopotan paksa papan nama milik Persyarikatan Muhammadiyah oleh oknum Camat Cluring Henry Suhartono, S.Sos, MM., Kepala KUA Kecamatan Cluring Fathurrahman, S.Ag., Kasi Trantib dan Pemerintahan Kecamatan Cluring, Ir. Sugiyono, Kades Tampo Hasyim Asy'ari, Babinsa Desa Tampo, Serka I Putu Mertha dan Kadus Krajan Moh. Anwar

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ayahanda Prof. DR. Abdul Mu'ti M.Ed pun menyesalkan pencopotan paksa dan dugaan pengrusakan 3 papan milik Muhammadiyah yakni: papan nama bertuliskan Pusat Dakwah Muhammadiyah Desa Tampo, Pimpinan Ranting Aisyiyah Desa Tampo dan TK Aisyiyah Bustanul Athfal Desa Tampo.

Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tampo Sudarto Efendi menjelaskan, kalau dirunut ke belakang dengan mengacu pada dokumen, data, dan fakta di lapangan, Masjid al- Hidayah adalah aset Muhammadiyah.

Berdasarkan dokumen ikrar wakaf dan sertifikat tanah tanah wakaf seluas 2.500 meter persegi dari Mbah Kiai Yasin kepada menantunya Kiai Bakri untuk memanfaatkan lahan itu sebagai masjid Muhammadiyah.

”Dalam perkembangannya, tidak hanya masjid saja yang berdiri di lahan tersebut. Juga dibangun sekolah Muhammadiyah baik SD maupun lanjutan atas. SD Muhammadiyah 4 berdiri pada tahun 1969 dengan lulusan pertama tahun 1975,” kata Sudarto, Senin (28/02/2022).

Pada tahun 1977-1983 berdiri Sekolah Pendidikan Guru Agama (SPGA) dengan papan nama berafiliasi pada Muhammadiyah. Dalam perkembangannya semua sekolah guru ditutup pemerintah sehingga SPGA bubar.

Lalu SD Muhammadiyah 4 kekurangan murid. Seluruh siswanya dipindahkan ke SD Muhammadiyah Curah Palung. Saat ini amal usaha yang masih berjalan di lokasi Masjid Al Hidayah adalah TK Aisyiyah yang beroperasi sejak tahun 1990.

Sudarto menuturkan, tahun 1992, karena usia Mbah Kyai Bakri yang sudah sepuh dan demi menjaga keberlangsungan dan kehidupan Masjid al-Hidayah ditunjuklah Ir Djamil, menantunya, untuk melanjutkan tongkat estafet kepengurusan Muhammadiyah Ranting Tampo sekaligus takmir Masjid al-Hidayah hingga tahun 2020. Setelah itu dibentuk takmir baru periode 2020-2025.

Dari informasi yang dihimpun oleh kontributor PWMU.CO di lapangan, terjadinya pembongkaran papan nama Pusdamu dan Pimpinan Ranting Aisyiyah karena pergantian takmir masjid di tengah jalan yang semestinya berakhir pada tahun 2025.

Pergantian pengurus takmir dilakukan karena ketidakpuasan jamaah pada kebijakan yang diambil oleh pengurus takmir periode 2020-2025. Alasan pergantian takmir antara lain:
  1. Shalat Idul Fitri dan Idul Adha biasanya dilaksanakan di halaman dipindah ke dalam masjid.
  2. Dana renovasi masjid yang tidak dilaporkan sudah dimaklumi walaupun tidak ada transparansi.
  3. Pembangunan pagar pembatas 1,5 meter yang menyekat dan membatasi ruang gerak siswa PAUD dan TK. Tembok ini akhirnya dibongkar setelah desakan warga.
  4. Akan menjadikan makam Mbah Kyai Yasin dan Mbah Kyai Bakri sebagai tempat wisata religi mengingat anak keturunannya yang sangat banyak.

Takmir lama yang diganti tidak terima sehingga terjadi perselisihan. Pemerintah desa campur tangan didampingi Babinkamtibmas dan Babinsa. Diadakan mediasi pada 10 Februari 2022 namun hanya melibatkan takmir periode 2020-2025 dan tanpa mengundang Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tampo.

Saat mediasi di Kantor Kecamatan pada 24 Februari 2022, Ketua Majelis Hukum dan HAM PDM Banyuwangi Wahyudi Ikhsan SH., MM., MH. ditolak oleh Camat Cluring Henry Suhartono SSos MM. Alasannya Wahyudi bukan orang Cluring. Padahal dalam undangan nama ketua MHH PDM Banyuwangi tercantum sebagai kuasa hukum.

Keputusan mediasi yang dicopot hanya papan nama Pusdamu. Kenyataannya papan nama Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Tampo yang berdiri lebih lama ikut dicopot juga. Bahkan papan nama TK Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) digergaji juga. Tapi dihalang-halangi oleh warga.

Ketua PRM Tampo Sudarto Effendi menuturkan, saat terjadi perselisihan dia meminta personal Kokam dan Kosegu Tapak Suci menjaga lokasi aset Muhammadiyah ini.

”Ketika ada mediasi kondisi dianggap kondusif maka setelah shalat Jumat, teman-teman Kokam yang berjaga mulai hari Kamis, 24 Februari 2022 pulang ke rumah. Saat kondisi sepi itulah Pak Camat dan Pak Kades tanpa didampingi Pol PP, Babinkamtibmas serta Babinsa menmbongkar papan nama dengan paksa,” ungkap Sudarto Efendi.

Sekretaris PRM Tampo Rizky Andri yang juga kontributor TVMU ikut hadir di lokasi mendokumentasikan kejadiannya dan membuat surat berita acara pembongkaran papan nama secara paksa oleh camat dan lurah itu.

Namun Camat Cluring dan Kades Tampo menolak menandatangani Berita Acara dengan saksi jajaran PRM Tampo dan PCM Cluring.

Ketua PDM Banyuwangi Dr H Muhlis MSi  memberikan penjelasan sikapnya untuk menyelesaikan perkara PRM Tampo.

Dia mendelegasikan penyelesaian perkara ini kepada Majelis Hukum HAM, LBHMu, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PDM Banyuwangi, LBH UMM, UMJ terkait tindakan primitif yang dilakukan aparat camat dan lurah sangat tidak pantas dan mencoreng kerukunan umat.

Bukti fisik penurunan papan nama sedang dikumpulkan, dilengkapi berita secara detail oleh saksi di lapangan dan LBHMu untuk selanjutnya diproses secara hukum,” katanya.

Dia meminta PCM Cluring, PRM Tampo, Takmir Masjid al-Hidayah tetap dalam koordinasi yang solid. Kedepankan akal sehat, jernih hati, tawakkal kepada Allah pasti ada solusi lebih elegan dan bermartabat.

”Menghadapi sikap arogan Forpimka, KUA, dan Kades Tampo harus dengan nalar sehat, tidak terpancing emosi karena mereka belum aqil baligh dalam bertindak sebagai pengayom masyarakat,” katanya.

Dia menyampaikan, usia Muhammadiyah sudah 110 tahun, telah berkarya nyata di tengah masyarakat luas, jangan disibukkan urusan remeh temeh seperti papan nama yang menyita energi mubazir dan tidak bermanfaat. Mikir ke depan, jangkauan luas, karya besar masih luas.

”PDM Banyuwangi yakin seyakin-yakinnya bahwa suatu saat nanti mereka yang membenci Muhammadiyah akan menjadi penerus, kader perjuangan Muhammadiyah yang tangguh setangguh rasa bencinya. Kita doakan,” tandasnya.

PDM Banyuwangi terdiri 27 PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah), 146 PRM, 41 Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) Pendidikan, 5 AUM Kesehatan, 9 AUM Panti Asuhan Muhammadiyah, 17 AUM Lazismu, 14 PAP, 40 ribu anggota, 125 ribu simpatisan, 144 TPA dengan Angkatan Muda Muhammadiyah yang terdiri dari PD Pemuda Muhammadiyah, PD Nasyiatul Aisyiyah, Hizbul Wathan, IPM, IMM, TSPM, FGM kompak satu komando PDM.

”Mari tetap mengedepankan akal sehat, akhlak mulia, lisan yang beretika, sikap yang damai, WA/bermedia sosial yang mendidik, tetap koordinasi yang terukur sejalan berpihak kepada kebenaran,” tegasnya.

Selain itu, Gabungan Ormas dan LSM juga menyayangkan tindakan intoleran, sewenang-wenang dan persekusi terhadap aktivitas dakwah Muhammadiyah di Kabupaten Banyuwangi. 

Gabungan Ormas dan LSM mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut tuntas tindakan intoleran, sewenang-wenang dan persekusi terhadap aktivitas dakwah Muhammadiyah di Kabupaten Banyuwangi. Dalang dan motif harus diungkap.

Penurunan paksa plang Persyarikatan Muhammadiyah di sebuah masjid di Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur pada Jumat (25/2/2022) ternyata bukan yang pertama kali dialami organisasi yang dirintis KH Ahmad Dahlan. Dari Rilis Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Banyuwangi yang saya terima, ada 10 kasus persekusi, ancaman dan upaya penyerobotan aset yang menimpa gerakan Muhammadiyah dalam dakwah di wilayah paling timur Pulau Jawa, yakni:
  1. Kasus di Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Peterongan, Desa Kebunrejo Kalibaru, perebutan tanah wakaf dan Masjid PRM Peterongan.
  2. 2. Penurunan papan nama Pengurus Cabang Muhammadiyah (PCM) Glenmore di depan rumah Ketua PCM almarhum H Moh Amli.
  3. Pemberian tanda silang merah di setiap pimpinan dan warga Muhammadiyah Genteng.
  4. Penurunan papan nama PRM Banjarwaru, Banyuwangi oleh tokoh masarakat setempat.
  5. Penolakan Jum'atan di Masjid PRM Kaligung, Kecamatan Blimbingsari oleh masyarakat dengan kekerasan membawa pentungan menjelang Jumatan.
  6. Penolakan pembangunan Pusat Dakwah Muhammadiyah Singojuruh pada saat menjelang peletakan batu pertama yang dilakukan masarakat sekitar lokasi.
  7. Ancaman pembakaran Rumah Sakit Islam (RSI) Fatimah oleh sekelompok orang yang menamakan pasukan berani mati dari kawasan Banyuwangi selatan.
  8. Perangkat Desa bersama masyarakat Desa Sraten, Kecamatan Cluring menolak pembangunan Masjid Pusat Dakwah Muhammadiyah Al Furqon PRM Sraten dengan mempermasalahkan IMB. Posisi Muhammadiyah minoritas di Sraten.
  9. Penolakan rencana pembangunan Pondok Anak kebutuhan khusus (ABK) Muhammadiyah oleh masyarakat belakang Hotel Aston Banyuwangi, dengan dalih demi kondusivitas warga yang tidak sejalan dengan dakwah Muhammadiyah.
  10. Penurunan paksa papan nama PRM Tampo Cluring dan PRA Tampo Cluring, TK ABA Tampo Cluring oleh sebagian warga masyarakat yang mendapat dukungan dari kepala desa Tampo dan Forpimka Cluring, dengan dalih masjid milik umum bukan milik golongan/Muhammadiyah.

Pewarta: Robby