PEKANBARU (Harian.co) — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pro Ganjar Pranowo (JARWO) ikut menyoroti Praktek Haram Perampokan Hutan dan Penanaman Kebun Kelapa Sawil ilegal di Desa Koto Kombu, Kecamatan Hulu Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau.

Relawan Nasional Menuju 2024 itu pastikan, bahwa Temuan atas kasus tersebut harus dijadikan Atensi bersama, terutama bagi Aparat Penegak Hukum (APH) di Republik ini.

DPP Pro JARWO dalam keterangan persnya mengharapkan, agar pihak BARESKRIM POLRI, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit RESKRIMSUS) POLDA Riau maupun Asisten Pidana Khusus (ASPIDSUS) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Turun Tangan, karena Temuan itu memenuhi unsur Kejahatan Lingkungan Hidup dan Kehutanan sekaligus Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). DPP Pro JARWO bahkan mencium aroma busuk adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas Praktek Haram tersebut.

“Temuan yang menunjukkan, betapa dahsyatnya kondisi Hutan di Desa Koto Kombu, Kecamatan Hulu Kuantan, Kabupaten Kuansing ini yang Porak Poranda atas Praktek Haram Penjarahan Hutan yang sangat Masif dan dijadikan Perkebunan Kelapa Sawit ilegal Harus Jadi Atensi dan di Usut Tuntas, Negara tak boleh kalah dengan para Mafia," ungkap Larshen Yunus, Ketua Umum (KETUM) DPP Pro JARWO, Sabtu (16/04/2022).

Larshen Yunus yang juga merupakan Ketua Umum DPP Relawan Nasional JOKOWI MERDEKA tegaskan, bahwa Praktek Haram Perampokan, ilegal Loging dan Penguasaan Kebun Kelapa Sawit dalam Kawasan Hutan mesti ditanggapi serius dan dijadikan Konsensus Bersama, agar Negara benar-benar percaya diri untuk Tegak Lurus menghadapi Kejahatan tersebut.
 
Media Center DPP Pro JARWO jelaskan, bahwa kondisi tersebut wajib ditanggapi dengan cara-cara yang lebih Elegan. Puluhan Ribu Hektar Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Koto Kombu, Kecamatan Hulu Kuantan dan Kawasan Suaka Margasatwa Rimbang Baling di Kuantan Singingi terbukti mengalami alih fungsi dan Okupasi.
 
“Modus yang dilakukan para mafia tersebut adalah dengan cara memberdayakan kelompok tani dengan berbagai macam spekulasi, mencacah surat menjadi seperti milik pribadi, padahal segala sesuatunya merupakan bahagian dari para Pemilik Modal (Mafia Perkebunan) di Kabupaten Kuansing,” tutur Larshen Yunus.

Hingga berita ini diterbitkan, DPP Pro JARWO berencana akan melampirkan hasil dari Ploting (Titik Koordinat) atas temuan tersebut dan segera menyurati Kantor Staf Presiden (KSP), pihak Penegakan Hukum (GAKKUM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK-RI) Republik Indonesia, BARESKRIM POLRI, Dit RESKRIMSUS POLDA Riau dan pihak Kejaksaan Tinggi (KEJATI) Riau.

“Ingat yah, kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan tersebut sama sekali tidak bisa diselesaikan lewat Pola dan Mekanisme ‘KETERLANJURAN’ yang merupakan bahagian dari turunan dari undang-undang Cipta Kerja (CIPTAKER). Praktek haram perambahan yang cenderung masuk kategori perampokan hutan tersebut dilakukan secara terstruktur dan sistematis serta mayoritas kegiatan ilegal tersebut bukan dilakukan oleh warga setempat, tetapi justru dilakukan dengan cara-cara Invansi oleh sekelompok orang dan para pemodal dari luar kawasan tersebut (Mafia Perkebunan). Terakhir, DPP Pro JARWO tegaskan, bahwa terhadap Praktek Haram tersebut terbukti lahan yang di kuasainya sangat luas, diatas 5 (Lima) Hektar serta berpotensi tidak memiliki administrasi hukum dan perizinan, sesuai Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan lainnya,” tutup Larshen Yunus, mengakhiri pernyataan persnya.

(*)