DUMAI (Harian.co) — Pelaku bisnis haram penadah Crude Palm Oil (CPO) di Kota Dumai diduga kebal hukum dan bahkan tidak pernah tersentuh hukum, dimana terlihat jelas dilokasi, bisnis ilegal penampung kencing CPO ini tampaknya makin menjadi-jadi dengan bertambahnya para pemain usaha ilegal tersebut hingga ke pesisir pantai.

Bagaimana tidak, akibat tidak pernah tersentuh Aparat Penegak Hukum (APH), pelaku usaha diduga ilegal tersebut tentu saja bebas beroperasi dan bahkan diduga juga mengoplos barang haram miliknya, karena dilokasi ada bekas tempat pembakaran besar.


Pemilik usaha juga, selain piawai dalam menjalankan bisnis haramnya diduga kuat juga memiliki layanan khusus dari oknum-oknum terkait yang melindungi usaha haram tersebut.

Pemilik usaha tersebut juga sangat pintar memilih lokasi usaha, yang mana usaha ilegalnya sangat dekat dengan sungai dan bahkan berani terang-terangan mengelola usaha tersebut di lokasi yang sangat dekat dengan pemukiman masyarakat, tepatnya usaha tersebut berada di Jalan Ahmad Nazir, Kelurahan Pangkalan Sesai, Kecamatan Dumai Barat, Kota Dumai.

Yang menjadi pertanyaan, di balik harga minyak goreng (Migor) yang belakangan sedang meroket kenapa usaha penampungan CPO yang diduga kuat tidak memiliki izin tersebut dapat beroperasi dengan bebas tanpa ada pihak-pihak yang menertibkan.

Tentunya jika usaha penampungan CPO tersebut tidak memiliki izin bukankah itu menjadi kerugian buat negara karena tidak memberikan kontribusi baik itu pajak dan lainnya.

Sayangnya Gudang yang diduga kuat tempat pengoplosan CPO tersebut terlihat tidak ada aktivitas di siang hari, tetapi ada beberapa bak penampungan yang terlihat terisi penuh dan hebatnya pada malam hari terlihat aktif dengan adanya kendaraan bertonase besar yang parkir dilokasi.


Tidak hanya sampai disitu, tim media mencoba mencari tahu kepada masyarakat sekitar siapakah pemilik usaha haram tersebut dan belakangan diketahui pemilik usaha penadah dan diduga pengoplos CPO tersebut berinisial ST. Dan belakangan juga diketahui pemilik usaha tersebut tidak takut dengan penegak hukum.

"Pengusaha itu tidak takut dengan penegak hukum pak, itu yang saya dengar selama ini, makanya usahanya lancar terus. Ya, kami pikir memang benar lah si ST (inisial) tak tersentuh hukum," ungkap Tigor (nama disamarkan dengan alasan keamanan), pada Kamis (21/04/2022).

Dari penuturan warga tersebut dan beberapa temuan serta pengamatan tim dilapangan, kuat dugaan bahwa pemilik usaha penampungan dan diduga pengoplos CPO tersebut diduga ada indikasi dilindungi oleh oknum-oknum tertentu.

Dan untuk menindaknya tidak hanya penegak hukum Kota Dumai saja, tetapi harus keterlibatan unsur pusat, seperti dilansir Antaranews.com yang terbit pada 9 Desember 2021 lalu dengan judul "Dilematisasi menghentikan pencurian CPO di Dumai", Masih maraknya praktik mafia pencurian minyak sawit mentah (CPO) di Kota Dumai ditenggarai berawal dari kasus simbiosis mutualisme. Ada pihak yang saling terkait dan membutuhkan satu sama lain.

Tidak mungkin kasus pencurian CPO ini akan berdiri sendiri atau hanya sampai ke tangan sopir saja. Jika tidak ada penampung CPO ilegal, lalu sopir mau jual kemana CPO itu? Katakan ada penadah dan jika aparat mau bekerja serius, penadah bisa ditangkap cukup banyak sekaligus menutup peluang terjadinya pencurian komoditas nonmigas itu.

Bahkan, menurut pakar Ekonomi Universitas Riau Dr. Hendro Ekwarso, M.Si., peluang pencurian CPO cukup besar mulai dari CPO berangkat dari pabrik kelapa sawit (PKS) menuju titik kumpul Dumai cukup besar. Apalagi, jarak antarpabrik dengan Pelabuhan Dumai cukup jauh dan waktunya relatif cukup lama. Karena ada ruang, ada jarak, ada kesempatan, kemudian ditambah lagi ada dukungan dari pihak lain di luar sopir.

Mirisnya lagi, aparat penegak hukum masih belum serius bekerja. Ketika pers ingin mengonfirmasi kasus pencurian CPO ilegal itu, justru terkesan tertutup, ini keliru. Apakah mereka takut salah bicara? Seperti yang pernah dilakukan ANTARA mengonfirmasi kepada Kapolres Dumai dan Danlanal Dumai terkait dengan tindakan mereka ke depan terhadap mafia praktik pencurian CPO itu. Mereka justru belum bersedia.

Dua institusi ini sangat berperan penting, apalagi kegiatan mafia pencurian CPO saat lewat menuju tempat pembongkaran di sekitar Sungai Dumai dan di sekitar pantai tidak jauh dari pos penjagaan. Mereka bahkan harus melewatinya seperti di sungai tersebut.

Semestinya memang pencurian itu tidak akan terjadi karena sudah ada pengamanan, seperti pemberian segel pada keran mobil truk tangki CPO berikut dilengkapi dengan langkah-langkah pengamanan kedua dari pabrik menuju titik kumpul di Dumai.

Praktik mafia pencurian CPO, menurut Hendro, adalah persoalan cukup serius dan berdampak ganda telah merugikan Indonesia. Contoh kasus CPO dicampur solar, lalu ekspor Riau di-reject di Eropa dan dibalikkan lagi ke Indonesia. Yang rugi pengusaha sawit juga, penerimaan negara tidak ada, pada akhirnya fatal bagi rakyat dan petani sawit.

Jika pasar menolak produksi CPO dari Riau, akan terjadi kemiskinan massal terhadap 2.000.000 petani sawit Riau sehingga perlu ketegasan pimpinan institusi penegak hukum menindak masing-masing anggotanya yang terlibat itu.

Hendro pun menekankan bahwa semua pihak mulai dari Pemkot Dumai, Lanal, hingga Polres Dumai harus berangkat dari sportivitas, kejujuran, dan objektivitas, jika serius ingin memberantas pratik mafia pencurian CPO ini.

Harus ada betul-betul kemauan kuat, bukan hanya pemerintah daerah, melainkan juga TNI AL (unsur pusat), Polri (unsur pusat), dan Bea Cukai (unsur pusat). Artinya, Forkompida Kota Dumai mempunyai hubungan vertikal, sedangkan Wali Kota Dumai memiliki keterbatasan.

Pewarta: Alex