SIAK (Harian.co) — PT Arara Abadi diduga menyerobot kebun sawit masyarakat, di atas lahan yang sudah diterbitkan alas hak kepada masyarakat, perusahaan pemasok bahan baku bubur kertas itu melakukan pembersihan, dengan menumbang batang sawit yang telah ditanami masyarakat. Selain itu, perusahaan juga mengambil kayu akasia yang tumbuh liar di atas lahan warga, informasi yang dihimpun awak media, kayu itu digunakan untuk memasok bahan baku kertas PT Indah Kiat, Perawang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Riau.

Sugianto, pemilik kebun yang dirusak oleh perusahaan mengaku kesal, pasalnya, pasca pengrusakan sudah dilakukan pertemuan, dan perusahaan berjanji akan membayar ganti rugi atas tanaman sawit yang ditumbang dengan ekskavator oleh perusahaan.

"Ini tanah saya, saya beli, suratnya jelas, pihak saksi baik penjual lahan dan sempadan tanah masih hidup. Saya sudah berkomunikasi dengan pemerintah kecamatan, dan disampaikan bahwa perusahaan tidak mengantongi izin di lahan ini. Saya mintak pertanggungjawaban dari perusahaan, ini tindakan melawan hukum, penerobotan lahan, tolong diganti tanaman saya yang sudah dirusak," tegas seorang pemilik lahan, Sugianto di lokasi, Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak, Rabu (15/06/2022).

Sugianto mengaku kesal atas ulah perusahaan, ditengah upaya pemerintah pusat yang gencar melakukan pembebasan lahan, mengeluarkan izin pengelolaan hutan untuk tanaman rakyat, perusahaan bukan membantu rakyat, namun justru membuat kejahatan, merusak tanaman masyarakat.

"Saya akan membuat surat ke kementerian kehutanan, mempertanyakan izin dan tindakan hukum untuk perusahaan nakal ini," tegas Sugianto.

"Setelah lahan saya dirusak, saya hubungi humas PT. Arara Abadi, dibuat pertemuan, dalam pertemuan itu disepakati, perusahaan bertanggungjawab akan mengganti rugi atas tanaman kelapa sawit saya yang dirusak. Namun yang terjadi bukan ada ganti rugi, Minggu kemaren saya melihat kebun, mereka malah nanam akasia di sana," terang Sugianto.

Senada disampaikan oleh Rofik yang juga petani pemilik lahan di sekitar KM 2 Doral, Kecamatan Pusako, ia mengaku bahwa kayu akasia yang tumbuh dilahannya dan lahan-lahan di sepadannya adalah akasia liar, bukan akasia tanaman perusahaan atau PT. AA, untuk itu kepada perusahaan agar tidak semena-mena mengambil Akasia dilahan masyarakat.

"Ini lahan masyarakat yang sudah kami kuasai sejak tahun 90 an, di zaman Kepala Desa kami Abdul Ayim, beliau sudah mengeluarkan surat, sebagai alashak kami memikiki lahan. Di sekitar KM 2 ini, masyarakat membuka lahan sendiri untuk membuat ladang, buktinya masih ada batang sawit yang kami tanam sejak dahulu," terang Rofik.

Rofik menegaskan akasia yang tumbuh itu bukan kayu tanaman PT.AA, melainkan Akasia liar. Jadi masyarakat berharap, bagi lahan yang ada tanaman sawit yang dirusak oleh alat berat milik perusahaan agar bisa diganti rugi.

"Ya silahkan dilihat sendiri, banyak tanaman sawit masyarakat yang rusak, bahkan yang sudah besar ada yang dicabut untuk dijadikan kambangan untuk melintas alat-alat berat milik perusahaan untuk mengambil Akasia. Yang jelas kami meminta pihak perusahaan janganlah ganggu lahan kami, kami disini bukanlah mencari kaya, tapi kami disini hanya untuk bertahan hidup bersama anak istri kami yang sudah lama tinggal disini dan mengelola lahan disini," ungkapnya.

Sementara, humas PT. Arara Abadi Distrik Siak, M. Nasir mengakui bahwa akasia yang sebelumnya sudah di panen di lahan itu merupakan akasia yang tumbuh, pihak perusahaan bekerja sama dengan Bumi Dosan Sejahtera, melakukan perawatan terhadap akasia liar. "Dijarangkan, sudah besar dipanen," ujarnya.

Dia mengakui benar saat panen menyaksikan ada batang sawit yang sudah besar, namun ia menyebut batang sawit yang ditumbang dan dibenam ke tanah itu merupakan tanaman sawit yang tidak terawat.

"Memang saat itu ada batang sawit di sana, namun menurut kami sawitnya tidak terawat," ujar Nasir.

Nasir menjelaskan, secara teknis dilakukan pendataan siapa pemilik lahan di areal itu, awalnya terdata bahwa mayoritas yang menguasai lahan di aral itu adalah masyarakat Kecamatan Sungai Apit. Sehingga perusahaan memberikan kuasa kepada salah seorang warga Sungai Apit untuk merangkul masyarakat, sehingga terbentuk kelompok tani dan koperasi sebagai badan hukum untuk mengelola lahan.

Pewarta: Rizal