PELALAWAN (Harian.co) — Abdul murat S.IP, ada yang salah dengan pengelolaan kekayaan alam negara Indonesia ini, negara kaya rakyatnya merana dianggap beban pula.

Dua hari ini Indonesia dihebohkan dengan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang resmi diumumkan oleh Presiden Jokowi pada tanggal, 03 September 2022 lalu yang kenaikannya mencapai 40 % yang kemudian meresahkan masyarakat karena secara otomatis kenaikan harga BBM memicu kenaikan semua kebutuhan pokok yang tentunya memberatkan masyarakat.

Alasan pemerintah menaikkan harga BBM adalah beratnya beban negara melalui APBN dalam memberi subsidi BBM ini kepada rakyat yang katanya mencapai 500 triliun lebih, sampai disini ironis negara yang kaya raya dengan sumber daya alamnya yang melimpah rakyatnya dianggap menjadi beban bagi negara padahal rakyat adalah pemilik sumberdaya alam yang melimpah diIndonesia ini yang memang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.

Rasanya tidak salah juga jika rakyat mengatakan pengelolaan negara ini sudah tidak lagi sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila, faktanya negara kaya rakyatnya dianggap beban bagi pengelola negara ini.

Dalam UUD Republik Indonesia 1945 pasal 33 dikatakan, "Bumi, Air dan apa yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat",  juga disebutkan dalam sila ke 5 Pancadila "Keadilan Sosial bagi selurub rakyat Indonesia, serta pasal 34 yang berbunyi" fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, ini semuakan amanat yang diberikan rakyat kepada negara melalui para pengelola negara yang dipercaya oleh rakyat artinya ini amanat pada pengelola negara bukan beban bagi negara, ini harus dicamkan benar oleh para pengelola negara ini.

Negara Indonesia ini memang kaya raya, terkaya diasia tenggara, dengan kekayaan alamnya yang melimpah ruah, tapi apakah benar kekayaan alam kita dikuasai oleh negara? faktanya, emas kita dikuasai amerika, air kita dikuasai Danon perusahaan dari prancis sejak diakuisisi tahun 2021, minyak kita import dari Singapore, lahan perkebunan kita dikuasai Malaysia (sawit), kita negara produsen migas malah rakyat membeli minyak dengan harga mahal, ini faktanya pengelola negara ini gagal menjalankan amanat UUD 1945 (pasal 33,34) dan Pancasila sila ke 5.

Kemudian terkait subsidi, rakyat terkesan mengemis dan jadi beban dinegeri sendiri, harus Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kritis terkait subsidi yang katanya mencapai 500 triliun apa iya sebesar itu, kalau iya kemana saja uang sebanyak itu, itu bukan jumlah yang sedikit DPR sebagai kepanjangan tangan rakyat harus nya perintah itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) audit itu anggaran subsidi siapa saja penerimanya jangan kesannya ikut ikut setuju saja.

Aneh memang negara yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah Pemeritah malah mengeluh terkait subsidi, negara kaya membangun dengan beban hutang yang luar biasa, ini mestinya menjadi pwrhatian serius dari DPR, para Ilmuan akademik, kita terlihat seperti orang mendapat warisan banyak namun tak tahu cara mengelolanya ya wajar akhirnya bangkrut.

Kita berharap ini menjadi atensi bagi wakil rakyat yang memang diberi tanggungjawab mengemban arfirasi terutama dalam hal pengawasan anggaran dan kinerja pemerintah, bukan asal setuju, asal pro saja, rakyat sebenarnya sudah muak melihat pengelola negara ini bekerja.

Rakyat bukan beban bagi negara, rakyat adalah sumber kekayaan bagi negara, jika negara benar mengelola negara ini, camkan itu, jika tidak mampu mengelola negara ini jadilah kesatria mundur saja, kembalikan mandat kepada rakyat, jangan malu dari pada bikin pusing melulu!!!.

Pengelola negara haram mengeluh kepada rakyat, karena  rakyatlah yang harusnya mengeluh kepada pemimpin,  itu kepemimpinan yang benar, karena rakyat telah menguasakan segala kekayaan negara miliknya untuk dikelola bagi kepentingan rakyat, itukan kesepakatan antara rakyat dan penguasa.

Tosmen