PELALAWAN (Harian.co) — Sudah saatnya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melakukan perubahan perundang undangan terkait tata kelola pengadaan tanah, pola pemberian Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah lahan di Indonesia dan juga Izin Usaha Pertambangan terkait pengelolaan kekayaan alam yang ada diperut bumi Indonesia yang selama ini diterapkan justru merugikan negara dari sisi pendapatan dan menjajah rakyat.

Hal ini disampaikan Abdul Murat.S.IP yang merupakan Pimpinan Daerah Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Kabupaten Pelalawan saat bual bual sambil ngopi, beliau mengemukakan pendapat  yang menarik bahwa pola penerapan HGU pengelolaan atas tanah dan kekayaan alam negara yang dilakukan hari ini bertentangan dengan cita cita Indonesia merdeka, sebagai mana yang pernah di sampaikan oleh Bapak Proklamator Indonesia Soekarno-Hatta "bahwa Indonesia merdeka bukan hanya soal terbebas dari penjajahan asing (Kolonial Belanda-Jepang) secara fisik tapi lebih dari itu, bahwa Indonesia merdeka merupakan soal bagaimana Rakyat Indonesia menjadi raja dirumahnya sendiri, raja atas tanahnya sendiri, raja atas segala kekayaan alamnya sendiri, ini secara lugas, tegas disebutkan dalam UUD 1945 pasal 33 dan dikelola dengan asas Pancasila yang merupakan cita-cita Indonesia merdeka, tapi hari ini tanpa kita sadari yang terjadi sesungguhnya rakyat masih dijajah oleh Kapitalis (Pemilik Modal), dengan modal yang besar mereka menguasai tanah tanah dan kekayaan alam milik Indonesia yang polanya tidak berimbang serta merugikan negara dan rakyat Indonesia itu sendiri.

Kemudian Murat yang alumni Jogja ini melihat ada beberapa Fakta menarik jika ditelisik secara mendalam, pengadaan tanah dengan pola pemberian Hak Guna usaha yang selama ini dijalankan yaitu:

Pertama, Pola pengadaan tanah pemberian Hak Guna Usaha atas lahan di Indonesia sebagai kedok (taktik) agar seseorang atau sekelompok orang yang memiliki modal besar (Kapitalis) dapat menguasai lahan dalam jumlah besar dari puluhan ribu hektar sampai ratusan ribu hektar bahkan jutaan hektar beratas nama Perusahaan atau Korporasi, yang kemudian dilegalkan oleh negara dengan peraturan perundang undangan baik agraria, kehutanan, perkebunan maupun lingkungan.

Kedua, faktanya pengadaan tanah pola pemberian HGU yang selama ini diterapkan diIndonesia lebih menguntungkan Pemilik modal yang hanya membayar pajak, membuat negara ini rugi harusnya yang ditetapkan adalah pola bagi hasil terhadap negara, artinya pengelolaan lahan bukan dalam bentuk HGU tapi dalam bentuk izin usaha bagi hasil atas pengelolaan tanah-lahan

Ketiga, pengadaan tanah pola pemberian HGU selama ini menjajah hak dan kepentingan rakyat atas tanah sebagai sumber penghidupan, menimbulkan sengketa lahan antara pemilik HGU dan rakyat, perampasan tanah milik rakyat sehingga rakyat kehilangan esensi kemerdekaan atas hak mereka terhadap tanah, ditanah air tumpah darah mereka sendiri, sumber penghidupan rakyat dirampas oleh pemegang HGU dengan cara yang licik dan picik yang tidak jarang memakan korban jiwa.

Keempat, Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) dalam hal pemeriksaan lahan dilapangan sebagai rekomendasi  pemberian ijin prinsip atau izin lokasi misalnya dalam penetapan tanah negara hanya berdasarkan sertipikasi semata dan mengabaikan keberadaan masyarakat yang lebih dulu ada diatas lahan atau tanah yang sudah dikelola masyarakat.

Contoh kasus yang sedang Viral adanya penolakan dan tuntutan dari masyarakat satu pulau kecil yaitu pulau Mendol Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan terkait  pemberian HGU atas nama PT Trisetia Usaha Mandiri (TUM) ditanah yang telah dikooptasi masyarakat yang ekologisnya adalah kubah gambut yang bermasalah saat ini dimana masyarakat pulau mendol meminta HGU PT TUM ini agar segera dicabut penolakan ini terjadi karena, masyarakat Pulau mendol cerdas tak mau ditindas diatas tanah mereka sendiri, dibumi ibu pertiwi tumpah darah mereka, masyarakat tidak anti investasi namun ini lebih pada soal sumber penghidupan masyarakat dan kelansungan kubah gambut kedepan bukan hanya untuk masyatakat setempat tapi ini untuk Indonesia bahkan dunia.

Ini hanya salah satu fakta dari dari sekian banyak persoalan agraria diIndonesia akibat dari pola pemberian hak guna usaha yang ugal ugalan, asal asalan, sewenang-wenang atas tanah  diIndonesia, jelas Murat yang juga merupakan tokoh muda asli kelahiran Pulau Mendol.

Kelima, terjadi kerusakan lingkungan hidup yang memprihatinkan atas ekologis, tanah, flora serta fauna karena dalam pemberian HGU mengabaikan analisa dampak lingkungan, bagaimana memprihatinkannya kerusakan lingkungan digambarkan secara gamblang oleh salah seorang pakar lingkungan asli selat panjang dalam bukunya Bersaksi Ditengah Prahara Ekologi.

Keenam, Korupsi tumbuh subur dalam hal pengadaan tanah, fakta ini nyata bahwa pemilik modal besar uang bukan masalah yang penting mereka (Kapitalis) bisa menguasai lahan, didukung dengan mental korup yang akut para oknum penyelenggara negara dan oknum aparatur sipil negara, buktiknya sudah berapa banyak oknum pejabat kepala daerah, ASN BPN/ATR yang masuk BUI jeruji besi karna menjadi komplotan sindikat mafia tanah yang terbaru ditangkapnya mantan kepala Kanwil BPN/ATR Propinsi Riau, Syahrir terkait kasus suap perpanjangan HGU, kasus lain yaitu Duta Palma yang merugikan negara sampi triliunan rupiah.

Sebab penetapan mutlak terhadap penguasaan negara atas tanah dan menyalahi UUD 1945 pasal 33 sebagai dasar pengelolaan lahan dinegara ini, yang tujuannya hanya satu  untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat (sosial) Indonesia keseluruhan secara adil, beradab,dan merata agar persatuan Indonesia terwujudkan sesuai cita cita Indonesia merdeka.

Sehingga kemerdekaan rakyat hanyalah dalam pengertian menjadi kuli dinegeri sendiri, kesejahteraan hanyalah semu dalam bayangan jajahan Kapitalis pemilik modal.

Bukan cuma HGU izin usaha Pertambangan juga dengan pola pembayaran pajak sangat merugikan negara sebagai pemilik lahan tentu ujungnya hanya sekelompok orang pemilik modal saja yang kaya raya negara menuju bangkrut merugi,rakyat jadi kuli abadi sampai mati.

Dan rakyat hanya menjadi kuli seumur hidup,bayangkan saja rakyat yang berkerja 15 tahun jadi Kuli diPerusahaan hanya mampu kredit satu buah rumah tipe 36, yang kecil dan sempit dimana WC dan kamar tidur berhadap.hadapan.

Kita tidak dalam artian anti Investasi dan juga pada para Kapitalis yang memiliki modal besar namun kita bisa tetap berkerja sama dengan pola keuntungan yang seimbang dan adil baik bagi negara mau rakyat Indonesia polanya harus dirubah bukan HGU tapi Izin Usaha Bagi Hasil atas pengelolaab lahan dan segala kekayaan alam yang ada diperut bumi Indonesia, bukan pola pembayaran pajak, juga pola pembayaran bagi komoditi Ekspor dari kekayaan tanah dan negara bukan menggunakan Kurs rupiah tapi ikut pola Kurs internasional misalnya Dolar begitu juga dalam hal gaji karyawan jangan pola kurs rupiah berupah murah yang selama ini diterima para pekerja rakyat Indonesia.

Kemudian terlepas dari apapun sudah saatnya Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mereformasi perundang undangan terkait mekanisme pemberian Hak Guna Usaha ini bagi pihak Investasi atas  pengelolaan  lahan berskala besar baik untuk perkebunan kelapa sawit maupun bagi lahan Hutan  Tanam Industri (HTI) serta izin-izin terkait pemanfaatan kekayaan alam dari perut bumi di Indonesia agar negara ini dengan kekayaan alam dan lahan yang menyebar luas dapat mewijudkan rakyat sejahtera sebagaimana cita cita Indonesia Merdeka.

Tosmen