ROKAN HILIR (Harian.co) — Sengketa lahan milik Kelompok Tani (Poktan) Menggala Jaya, Desa Menggala Sakti, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) memasuki babak baru. Tanah sengketa tersebut kabarnya akan dijual oleh pengurus kepada salah satu pejabat di Polres Rokan Hilir.

Hal itu terungkap saat pertemuan antara pengurus dengan anggota Poktan yang difasilitasi oleh Penghulu Desa Menggala Sakti, Muslim pada Jumat (18/12/2022) lalu.

Dalam rekaman yang diterima wartawan, Penghulu Muslim mengatakan bahwa calon pembeli lahan tersebut yakni Kasatreskrim Polres Rohil.

Dalam rekaman itu, Muslim juga meminta anggota kelompok tani memberi pengertian kepada keluarga masing-masing atas keputusan menjual tanah tersebut.

Sebab, Muslim mengaku dirinya diancam oleh oknum polisi itu jika tanah tersebut menuai masalah setelah sah dilakukan jual-beli nantinya.

Sementara itu, Koordinator Poktan Menggala Jaya, Lahidir mengatakan anggota Kelompok Tani tetap menolak rencana penjualan lahan tersebut. Keputusan itu dinilai hanya menguntungkan pengurus Poktan.

"Ada pertemuan Penghulu/Kepala Desa Menggala Sakti dengan beberapa masyarakat yang turun aksi bersama kami kemarin di Lahan Kelompok Tani Manggala Jaya, kata penghulu rencana pembelinya Kasat Reskrim Polres Rohil," kata Lahidir dalam rilisnya, Minggu (25/12/2022).

Terkait hal itu, Ketua Kelompok Tani Menggala Jaya Khoironi saat dikonfirmasi, tidak mengangkat panggilan telepon wartawan. Begitupun pesan WhatsApp yang dikirim kepadanya tidak direspons.

Sebelumnya, Aliansi Masyarakat dan Anggota Kelompok Tani Menggala Jaya, menggelar unjuk rasa di lahan sengketa pada Selasa (29/11/2022) lalu.

Dalam aksinya, massa membentangkan beberapa spanduk berisi sejumlah tuntutan. Pertama, masyarakat menolak penjualan dan upaya penyerahan tanah kelompok tani kepada pihak lain.

Selanjutnya meminta Gubernur Riau Syamsuar, Kapolda Riau, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menindak tegas oknum pengurus yang menjual tanah kelompok tani.

"Kembalikan tanah kelompok tani Menggala Jaya kepada masyarakat dan selamatkan tanah kelompok tani dari keserakahan pribadi," kata Koordinator Lapangan, Lahidir membacakan poin-poin tuntutan.

Konflik memuncak ketika lahan Poktan seluas 700 hektar terancam dijual sepihak oleh pengurus dan tanpa musyawarah dengan anggota. Mereka menolak seluruh poin kesepakatan damai antara pengurus dengan pengusaha asal Medan, Sumatera Utara, Sunggul Tampubolon. Anggota hanya menerima salinan surat perdamaian tersebut.

Diketahui, tanah tersebut menjadi objek sengketa dengan Sunggul Tampubolon. Perkara itu ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru dengan putusan 66/G/2021/PTUN.PBR. Dalam hal ini, PTUN Pekanbaru menolak gugatan atas nama Khoironi, selaku ketua kelompok tani.

Kepengurusan Khoironi serta Wakil Sekretaris Syafri Arizal dan Bendahara Nasrul, dibentuk setelah pengurus inti sebelumnya, ketua dan bendahara meninggal dunia. Pembentukannya pun tidak demokratis, dengan hanya melibatkan 16 anggota dari 350 anggota kelompok tani.

Surat perdamaian tertanggal 2 September 2022 itu berisi kesepakatan mengakhiri permasalahan hukum tentang sengketa hak atau tumpang tindih lahan baik secara pidana di Polres Rohil maupun secara perdata di PTUN Pekanbaru. Proses hukumnya lantas masuk babak banding dan tengah ditangani PTUN Medan.

Salah satu poin kesepakatan itu yakni penjualan 700 hektar lahan seharga Rp10 miliar dengan pembagian Rp5 miliar untuk pihak Khoironi dan Rp5 miliar untuk Sunggul Tampubolon.

Sumber: Halloriau.com