SUMEDANG (Harian.co) — "Waktu terus berjalan dan jam tetap berdentang di setiap perubahan perjalanan masa. Kegiatan demi kegiatan terus berlanjut dan tak terasa umurpun memasuki usia lanjut. Apalagi bagi sebagian orang yang kadangkala terjebak di tengah kesibukan yang tiada henti, seolah dunia telah mengekang perjalanan langkahnya dan terhenti saat kehidupan bertemu di titik kematian. Lalu pertentangan terkait ‘makna kehidupan’ menjadi bahan perdebatan yang tidak berkesudahan karena semua tergantung dari sudut pandang masing – masing menyangkut pengakhiran hidup di tebing keabadian. Oleh karenanya bagi seluruh elemen Prawita GENPPARI tidak memiliki pilihan lain, selain hidup harus bermanfaat bagi sesama untuk meningkatkan ksholehan sosial menuju ridlo-Nya," ujar Ketum DPP Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi di Sumedang, Selasa (03/01/2023).

Itulah sekelumit ilustrasi sastra kehidupan yang disampaikan oleh Dede Farhan Aulawi yang dulu dikenal dengan panggilan Sang Pujangga Sejuta Massa dari Tasikmalaya. Seringkali ia mengilustrasikan sebuah jejak kehidupan melalui kata – kata yang sarat makna. Ia memang tidak pernah kuliah secara formil di bidang sastra, namun khazanah keilmuan sastranya diakui di manca negara. Tulisannya sempat termuat di beberapa media di Hongkong, Malaysia, Belanda dan Amerika. Namun siapa sangka, ia merupakan salah satu lulusan di bidang teknik yang seringkali dianggap sebagai orang yang kaku, tapi ternyata semua tidak berlaku saat orang mau mengeksplorasi setiap kemampuannya menjadi ‘value’ bagi sesama.

Menurutnya kematian tidak berurut sesuai usia karena kematian sebuah kata sakral yang penuh rahasia dimana setiap orang bisa meninggal kapan saja, dimana saja, dengan cara apa saja, dan pada usia berapapun. Hal terbaik ada menyiapkan diri untuk bisa berbahagia lahir dan bathin, dunia dan akhirat. Oleh karenanya tentu perlu bekal amal sholih yang sebaik mungkin. Hampir setiap hari kita selalu berharap dan berdo’a agar bisa bahagia di dunia dan juga bahagia di akhirat. Artinya semua harus dilakukan secara simultan dalam mengkombinasikan setiap kegiatan untuk tujuan kebahagian dunia dan akhirat itu sendiri. Bayi yang berusia beberapa hari bisa meninggal dalam tidurnya karena SIDS (sudden infant death syndrome) sehingga seorang nenek yang sudah renta kadang harus menguburkan cucunya yang masih remaja.  

Selanjutnya Dede juga mengatakan bahwa usia tua seharusnya karunia yang patut disyukuri, karena tidak semua orang memiliki kesempatan melampaui berbagai fase usia dalam hidupnya. Mereka tidak sekedar melewati waktu dengan tertawa, tetapi juga seringkali berbalut dengan air mata. Bukan bukan hanya berpengalaman saat berbahagia karena mereka sangat paham dengan apa yang namanya derita. Di Indonesia kurangnya jejaring pengaman yang menjamin kesejahteraan kelompok usia lanjut menjadi persoalan tersendiri. Menjadi beban bagi orang lain meskipun keluarga sendiri bukan hal yang menyenangkan. Itulah sebabnya Prawita GENPPARI memiliki banyak program untuk tetap bahagia di usia senja.

Sebenarnya jika merujuk pada WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), usia 65 tahun masih termasuk dalam kategori muda, meskipun kalau di tengah masyarakat Indonesia sering dianggap sudah tua alias memasuki usia senja. Menurut riset WHO kriteria usia ditentukan oleh kualitas kesehatan dan harapan hidup, sehingga menetapkan 80 tahun sebagai permulaan usia lanjut. Di Amerika Serikat seseorang dianggap tua ketika menginjak usia 70 tahun untuk laki-laki dan 73 tahun untuk perempuan. Sementara, di Indonesia batasan umur lanjut usia (lansia) adalah 60 tahun, sesuai UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. 
    
Kemudian Dede juga menjelaskan bahwa bagi wanita memiliki persoalannya sendiri dalam menghadapi usia tua. Krisis biasanya menyertai penuaan (aging) yang ditandai dengan perubahan fisik termasuk menopause. Kecantikan memudar seiring bertambahnya usia, bahkan jauh sebelum memasuki usia tua yang sesungguhnya, di atas 60 tahun. Secara umum wanita akan terlihat bahagia saat usianya masih terlihat cantik. Dari masa Cleopatra hingga Taylor Swift, kecantikan kerap melekat sebagai salah satu nilai wanita. Keinginan untuk terus terlihat muda menjadi beban tersendiri bagi wanita sehingga mereka selalu berupaya untuk menyembunyikan kerut-kerut di wajah, uban di kepala yang tiap hari semakin bertambah jumlah helainya, termasuk lemak di lengan, paha, dan perut yang semakin sulit dihilangkan. Wanita seringkali berharap “to age with grace”, menua dengan elegan. Sepertinya mulia, menjadi tua dengan anggun dan aristokrat. 

Lebih lanjut Dede juga menjelaskan bahwa tren dan busana modis biasanya dianggap hanya untuk para wanita muda dimana koleksi mode hadir untuk merayakan pesona dan rasa percaya dirinya. Sebenarnya wanita yang berusia lanjutpun bisa berpenampilan elegan dan kekinian. Mereka hanya butuh selera mode yang baik dan kemampuan untuk memadumadankan koleksi agar tercipta penampilan yang senang dipandang. Seorang fotografer bernama Ari Seth Cohen, memiliki mata yang tajam dalam memerhatikan gaya busana wanita lanjut usia di New York, AS. Menurutnya wanita yang sudah berusia di atas 50 tahun, sebenarnya bisa memperlihatkan pesona kecantikan papan atas. Mereka sebenarnya tidak perlu melakukan operasi plastik atau botoks, dan tidak malu menyebutkan usia yang sesungguhnya. Walaupun proses penuaan tidak bisa dicegah, namun tetap memerlukan gaya hidup yang tepat agar para lansia bisa tetap sehat, aktif, bergaya dan berbahagia.

"Untuk itu para lansia, sebaiknya tetap memperhatikan pola dan porsi makan yang sehat, yaitu gizi seimbang,  membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak tidak sehat. Termasuk harus mengatur pola tidur dengan waktu yang cukup dan sebaiknya tetap rutin berolahraga ringan sesuai dengan usianya masing – masing. Kemudian juga harus menjaga pola fikir yang positif serta kegiatan yang bermanfaat sebagai sarana investasi sosial, investasi kemanusiaan dan investasi kesholihan," pungkas Dede.

Editor: Alex