MERANTI (Harian.co) — Kantor Bupati Kepulauan Meranti, Riau digadaikan kepada Bank Riau Kepri (BRK) Syariah Rp 100 miliar. Tanah dan bangunan itu terungkap digadaikan setelah Bupati Nonaktif Muhammad Adil ditangkap KPK.
Digadaikannya tanah dan bangunan Kantor Bupati Kepulauan Meranti itu dibenarkan Plt Bupati, AKBP (Purn) Asmar. Menurutnya tanah dan bangunan kantor itu baru tahu digadaikan setelah Adil ditangkap KPK.
"Menurut informasi yang saya dapat demikian (digadaikan Rp 100 miliar). Sebab uang itu dalam berita Rp 100 miliar," kata Asmar, Jumat (14/04/2023).
Terkait informasi itu, Asmar mengaku akan memanggil pihak BRK. Termasuk meminta penjelasan hingga akhirnya bangunan dan tanah tersebut bisa jadi jaminan.
"Kantor, ya termasuk tanah halaman (yang digadaikan)," kata Asmar.
Diketahui, Bupati Kepulauan Meranti M Adil ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi oleh KPK. Tak tanggung-tanggung, Muhammad Adil ditetapkan tersangka atas 3 kasus yakni dugaan korupsi pemotongan anggaran, gratifikasi jasa travel umrah, dan suap pemeriksa keuangan.
"Pada kesempatan ini KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yaitu pertama MA Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti periode 2021-2024, kemudian FN, ini kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus kepala cabang PT TN, kemudian MFA auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi persnya, Jumat (07/04/2023) lalu.
Juru bicara KPK Ali Fikri lantas membeberkan 3 kasus yang melibatkan Muhammad Adil. Kasus pertama, terkait korupsi pemotongan anggaran. Kasus kedua terkait penerimaan gratifikasi dari biro perjalanan ibadah ke Tanah Suci.
"Kemudian terkait penerimaan fee dari jasa travel umrah," kata Ali.
Kasus ketiga yakni terkait suap untuk pemeriksaan keuangan Kabupaten Kepulauan Meranti. Pemeriksaan keuangan itu dilakukan tahun 2022.
"Kemudian yang ketiga, pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022," kata Ali.
Atas ketiga kasus itu pun, Adil dijerat Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai pemberi, Adil juga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sumber: detik.com