BANDUNG (Harian.co) — "Sejak awal tahun 1990an, komunitas internasional telah menyadari pentingnya sebuah strategi intervensi untuk meredam sebuah potensi konflik dengan suatu pendekatan kemanusiaan atau yang biasa disebut dengan istilah Kerja Sama Sipil-Militer (CIMIC). Beranjak dari latar belakang tersebut, maka sangat diperlukan berbagai literasi yang terkait dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan jenis-jenis intervensi militer, khususnya yang berkaitan dengan operasi dukungan perdamaian. Meskipun sebenarnya di dalam praktek tidak hanya diterapkan di daerah konflik saja, tetapi juga bisa menjadi upaya strategis dalam membangun chemistry antara militer dengan rakyatnya. Apalagi Indonesia sudah sejak lama mengenal konsep kemanunggalan TNI-Rakyat, bahkan dulu ada program ABRI Masuk Desa (AMD). Semua ikhtiar ini pada dasarnya merupakan contoh konkrit dari program pembinaan teritorial atau praktek CIMIC yang sudah berjalan di Indonesia," ujar Pemerhati Hankam Dede Farhan Aulawi di Bandung, Rabu (27/03/2024).
Hal tersebut disampaikan dalam obrolan santai jelang berbuka puasa. Menurutnya, Civilian Military Cooperation / Coordination (CIMIC) merupakan upaya kerjasama antara militer dengan masyarakat sipil atau Hubungan Sipil-Militer. Sejak Perang Dunia II, The US Army memiliki unit khusus Urusan Sipil yang berfungsi menjalankan tugas-tugas terkait Civil-Military Co-Operations (CIMIC). Jika merujuk pada Doktrin NATO CIMIC Allied Joint Publication 9, fungsi CIMIC adalah :
- Mendukung Militer. Setiap aktivitas didesain untuk menciptakan sistem pendukung bagi kekuatan militer dari dalam populasi indigen/lokal.
- Hubungan Sipil-Militer. Koordinasi dan perencanaan bersama dengan lembaga/badan sipil dalam mensupport misi.
- Mendukung Lingkungan Sipil. Penyediaan berbagai bentuk pendampingan (tenaga ahli, informasi, keamanan, infrastruktur, pengembangan kapasitas dan sebagainya) bagi populasi lokal dalam mendukung misi militer.
Dengan demikian berbagai tugas dan fungsi dari CIMIC ini bagi militer Indonesia sebenarnya bukan sesuatu yang baru, karena Indonesia sudah lama menjalankan kegiatan tersebut meskipun menggunakan istilah yang berbeda. Apalagi TNI sendiri merupakan anak kandung rakyat Indonesia yang lahir dan besar di tengah-tengah rakyat, sehingga memahami betul setiap detak jantung dan denyut nadi yang dirasakan rakyatnya, sehingga pemikiran dan program-programnya selalu berorientasi untuk kepentingan rakyatnya. Tinggal bagaimana mentransformasikan pemikiran dan program tersebut pada saat mengemban misi internasional saat menjadi pasukan perdamaian atas mandat PBB. Artinya tinggal improvisasi program sesuai dengan kondisi lapangan dan budaya masyarakat setempat saja. Disinilah pentingnya mengenal budaya masyarakat, sebagai salah satu strategi pendekatan sesuai dengan misi yang diembannya.
Pada kesempatan tersebut Dede juga memberikan contoh, bagaimana pasukan perdamaian TNI yang bertugas di Afrika Tengah melaksanakan kegiatan CIMIC dengan mendistribusikan air bersih dan masker kepada warga desa sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat setempat dan sekaligus membangun hubungan yang harmonis antara militer dan warga. Terutama untuk menjaga kesejahteraan dan kesehatan warga di tengah kondisi cuaca yang kering saat musim kemarau untuk menghindari infeksi saluran pernapasan sehingga tercipta lingkungan yang lebih harmonis dan saling mendukung antara militer dan masyarakat dalam menciptakan kondisi yang lebih stabil dan aman bagi semua pihak yang terlibat. Disinilah pentingnya kapasitas yang harus dimiliki oleh setiap prajurit dalam mengemban misi tersebut sesuai dengan Resolusi PBB No. 1701 tahun 2006 agar setiap Peacekeeper mampu memenangkan hati dan pikiran rakyat (how to win the heart and mind of the people) sehingga dapat diterima dalam lingkungan yang sedang mengalami konflik. Pendekatan terhadap masyarakat adalah dengan sikap menyayangi, menghargai, menghormati dan melindunginya.
Selain itu, salah satu tugas CIMIC adalah mengakomodir keinginan masyarakat, baik berupa keluhan ataukah tanggapan tentang berbagai aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan di wilayah. Tidak lupa terobosan-terobosan kreatif sesuai dengan urgensi kebutuhan objektif warga harus menjadi skala prioritas, misalnya penyelenggaraan kursus-kursus keterampilan atau pembinaan olah raga. Disinilah perlunya panggilan hati untuk meraih hati masyarakat. Artinya kegiatan tidak semata-mata dilaksanakan karena tugas, melainkan ada kejujuran dan ketulusan untuk melakukannya. Bukan sekedar keluar dari lisan saja, sebab perilaku dan sikap juga bisa dibaca sebagai dan dirasakan sebagai sebuah fakta. Tetap ikhlas membantu masyarakat dengan tetap mengedepankan prinsip imparsialitas dan kerja professional. Tidak lupa untuk menjalankan tim kerja yang solid dan kompak. Satu sama lain mengerti peran dan fungsinya sehingga bisa saling membantu dan mendukung guna tercapainya pelaksanaan tugas secara maksimal.
Itulah CIMIC tidak semata-mata penguasaan PENGETAHUAN, tetapi juga butuh KETERAMPILAN yang implementatif, misalnya keterampilan dalam melakukan pendekatan-pendekatan persuasif terhadap tokoh-tokoh masyarakat setempat. Bentuknya bisa dilakukan dalam berbagai format, misalnya murah senyum, melambaikan tangan, mengucapkan salam perjumpaan dan sikap hormat yang tulus sehingga mampu meluluhkan hati penduduk lokal. Dalam konteks ini, barangkali masyarakat Indonesia sudah paham dengan budaya luhur Indonesia yang telah mengajarkan bagaimana cara bertutur-kata yang sopan, bertingkah laku yang rendah hati, atau tidak segan untuk menyapa duluan dengan senyum yang tidak berlebihan. Namun demikian, pemahaman kosa kata dan bahasa tubuh harus dipahami betul sesuai dengan akar budaya setempat, sebab boleh jadi maksud yang baik bisa diterjemahkan salah akibat perbedaan istilah dan budaya yang ada.
"Jika masyarakat sudah simpatik dengan kita, maka apapun yang kita lakukan pasti akan diterima dan mereka akan dengan segala senang hati mendukungnya. Disinilah pembekalan keterampilan teknis terkait pengetahuan tentang tata cara koordinasi dan kerjasama antara militer dan sipil menjadi sangat penting sekali agar mampu menjawab tantangan di daerah misi, apalagi saat mengemban Misi Pemeliharaan Perdamaian Dunia. Dimana bahasa dan budaya pasti berbeda. Termasuk kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan serta cermat dalam mengikuti isu-isu yang berkembang di daerah penugasan. TNI pasti mampu melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya karena Indonesia memiliki akar budaya yang luhur," pungkasnya.
(*)