BANDUNG (Harian.co) — "Istilah Pembinaan Teritorial (Binter) mungkin tidak setenar dulu ketika masih menggunakan istilah ‘Sospol ABRI’ pada zaman Orde Baru, meskipun maksud dan maknanya hampir sama. Masyarakat umum mungkin tidak terlalu familiar dengan istilah Binter, oleh karena itu sosialisasi melalui berbagai media sangat diperlukan agar mudah dipahami oleh seluruh lapisan rakyat, yang notabene rakyat Indonesia adalah ibu kandung TNI itu sendiri. Binter hakikatnya merupakan bagian dari pertahanan negara yang harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan efisien. Binter merupakan wujud penggunaan kekuatan matra darat, Binpotmar untuk matra laut, dan Binpotdirga untuk matra udara," ujar Direktur Lembaga Pengembangan SDM dan Teknologi Pertahanan Dede Farhan Aulawi di Bandung, Senin (20/05/2024).
Hal tersebut ia sampaikan dalam obrolan santai di kediamannya. Menurutnya, pengertian kata “teritorial” dalam konteks Binter, tidak hanya bermakna “wilayah” melainkan termasuk segenap aspek yang ada didalamnya, seperti aspek Geografi, Demografi, dan kondisi Sosial masyarakat di wilayah tersebut. Melalui Binter ketiga aspek tersebut diolah menjadi ruang, alat dan kondisi juang (RAK Juang) untuk mengatasi kemungkinan ancaman yang menganggu keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI. Binter memiliki fungsi penting dalam pertahanan negara karena dalam situasi tidak dalam peperangan, Binter bertugas membina Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam sekaligus agar selalu siap dalam kondisi apapun mempertahankan kedaulatan negara, serta memelihara Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Pada kesempatan ini, ia juga menyampaikan bahwa Binter merupakan satu-satunya upaya pembinaan wilayah yang mampu menumbuhkan rasa kepekaan teritorial (territory awareness) pada seluruh komponen bangsa. Kepekaan teritorial ini diharapkan mampu mendukung kepentingan pertahanan negara. Misalnya, melalui metode pembinaan ketahanan wilayah, pembinaan Komunikasi Sosial (Komsos) dan Bhakti TNI yang aktual. Setiap prajurit teritorial dituntut untuk memiliki beragam kemampuan komunikasi strategis, selain keterampilan militer dan sikap militan. Mulai dari kemampuan temu cepat lapor cepat, kemampuan manajemen teritorial, kemampuan pembinaan dan penguasaan wilayah, kemampuan pembinaan perlawanan rakyat dan kemampuan komunikasi sosial. Inilah yang dimaksud dengan 5 (lima) kemampuan teritorial.
Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa seorang prajurit teritorial yang mumpuni memiliki kemampuan penyiapan potensi wilayah menjadi kekuatan pertahanan negara, dalam keadaan siap di mobilisasi sewaktu-waktu maupun yang masih tahap pengembangan mobilisasi. Semua hal tersebut adalah syarat mutlak ketangguhan kekuatan pertahanan. Hal tersebut perlu dilaksanakan dengan terencana, terpadu, terukur dan berkesinambungan. Pencapaian keberhasilan tugas pokok TNI, salah satu faktor utama yang mempengaruhi adalah tercapainya tujuan dan sasaran Binter, karena Binter merupakan inti dalam operasi militer selain perang bagi TNI.
"Binter adalah strategi yang dipilih dalam pemberdayaan wilayah pertahanan. Inti dari Binter TNI adalah memenangkan hati rakyat. Program Binter sendiri memiliki tiga aspek, yaitu menciptakan aktifitas agar masyarakat bersedia mendukung program TNI, melakukan koordinasi dan perencanaan bersama pemerintah daerah setempat, dan melaksanakan fungsi asistensi, persuasi dan informasi pada masyarakat lokal agar mendukung misi militer jika diperlukan kelak. Ketiga aspek Binter tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memberikan dukungan pada pemerintah dalam menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan yang dipersiapkan sejak dini meliputi wilayah pertahanan beserta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan operasi militer untuk perang (OMP), yang pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan sistem pertahanan semesta, membantu pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, serta membantu pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung," tambah Dede.
Kemudian Dede juga menambahkan bahwa mekanisme pelibatan rakyat dalam pertahanan negara melalui pemberdayaan wilayah pertahanan, bukanlah hal yang mudah. Perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis dan terkadang unpredictable menimbulkan kerumitan dan kesiapan dalam berbagai kondisi. Indonesia hakikatnya negara yang sangat cinta damai, tetapi juga harus siap berperang jika ada yang mengganggu dan mengancam kedaulatan negara. Di sinilah peran TNI AD, melakukan kegiatan Binter demi terwujudnya kemanunggalan TNI-Rakyat dengan mengedepankan faktor sosiopsikologis rakyat. Di sinilah peran komunikasi sosial (Komsos) menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan Binter.
"Disinilah pentingnya kemanunggalan TNI dengan rakyat. Dan jangan lupa juga untuk tetap menjaga soliditas dan sinergitas TNI dengan Polri. TNI-Polri adalah tulang punggung bangsa. Sepanjang bisa solid dan sinergi maka ancaman yang datang dari manapun bisa bisa dihadapi bersama. Soliditas TNI-Polri bukan pilihan, melainkan sebuah kewajiban. Jika negeri ini ingin tetap aman, rukun dan damai maka TNI-Polri harus solid dan sinergis," pungkas Dede.
(*)