BIMA (Harian.co) — "Prawita GENPPARI sebagai organisasi nirlaba yang fokus dalam pengembangan wisata, seni budaya dan UMKM terus bergerak tanpa lelah dalam mengeksplor keindahan spot-spot wisata yang ada di Indonesia, dan terus dipromosikan ke berbagai media massa dan media sosial lainnya. Tujuannya untuk membantu pemasaran agar terjadi peningkatan kunjungan wisatawan ke lokasi tersebut. Hal ini dilakukan mengingat di Indonesia ini banyak sekali spot wisata yang indah dan sangat menarik tetapi masih minim kunjungan wisatawannya karena ketidaktahuan atau belum dikenal oleh para calon wisatawan," ungkap Ketum DPP Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi di Bima, Rabu (08/05/2024).

Hal ini ia sampaikan setelah dirinya bersama Tim Prawita GENPPARI lainnya serta calon pengurus di kabupaten Bima mengunjungi pulau eksotis yaitu pulau Ular. Menurut legenda sebagian masyarakat pulau ini juga dikenal sebagai misteri Nusa Nipa, Pulau Penuh Ular Jelmaan Manusia. Menurutnya, Nusa Nipa atau Pulau Ular merupakan destinasi wisata yang terletak di Dusun Pai, Kecamatan Wera, kabupaten Bima, provinsi Nusa Tenggara Barat. Tepatnya berada di pulau Sumbawa yang berbatasan dengan Labuhan Bajo, NTT.

Di tempat ini, para wisatawan yang datang tidak hanya disambut oleh ribuan ular yang terselip di celah-celah karang, tetapi juga disuguhkan dengan keindahan laut dan tempat yang tepat untuk melihat pemandangan Gunung Sangiang. Juga dikelilingi bebatuan karang sehingga cocok digunakan sebagai latar berfoto ria. Pulau ini dinamakan pulau ular karena dari kejauhan pulau ini memang tampak seperti ular. Hal ini dipengaruhi oleh kontur pulau yang di barat dan timur pulau ini memiliki karang yang bentuknya memanjang dan agak sedikit berliku menyerupai bentuk ular.

Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa pulau Ular Bima merupakan sebuah pulau yang berada di ujung Pulau Sumbawa dan hanya memiliki luas sekitar 800 meter persegi. Penghuni pulau ini bukanlah manusia, melainkan ular laut. Jika kita bandingkan dengan pulau ular lainnya yang ada di dunia, pulau ini mirip dengan Ilha da Queimada Grande, terletak di Samudra Atlantik, sekitar 145 kilometer di sebelah selatan kota Sao Paulo, Brazil. Tepatnya, berada di lepas pantai timur laut Brazil, di dekat kota Peruibe.

Di sisi lain, sebenarnya ada beberapa negara di dunia yang tidak memiliki ular, misalnya Irlandia. Namun Irlandia bukan satu-satunya pulau yang tidak punya ular. Pulau lain yang tidak dihuni ular antara lain Selandia Baru, Hawaii, Greenland, Islandia, dan Antartika. Hal ini disebabkan karena ular merupakan hewan berdarah dingin yang membutuhkan ekosistem dengan suhu hangat tertentu agar mereka bisa menstabilkan suhu tubuhnya. Ketika harus tinggal di tempat dingin seperti Antartika, ular tak bisa mempertahankan suhu tubuhnya dengan stabil sehingga tak bisa bertahan hidup.

Namun jangan khawatir bahwa ular-ular yang berada di pulau Ular ini masuk kategori ular jinak. Mereka tidak akan menggigit manusia jika tidak diganggu dengan kekerasan. Itulah karakter dari ular-ular belang hitam putih penghuni tetap pulau ini. Di atasnya ada dua pohon kamboja yang berdiri kokoh dengan pemandangan yang sangat menakjubkan. Ribuan ular ini tak berbisa, bahkan hingga kini belum ada kasus pengunjung dipatuk oleh ular tersebut. Tak sedikit wisatawan yang datang mencoba untuk memegang dan berfoto-foto dengan ular-ular laut itu. Padahal dari berbagai literatur yang diketahui, jenis binatang tersebut merupakan salah satu ular yang berbisa dan kuat. Bahkan kekuatannya melebihi ular king kobra. Masyarakat setempat meyakini sejumlah mitos mengenai ular-ular di sana. Konon, ular-ular di sini dulunya adalah manusia.

"Kendati tak ada yang tahu pasti cerita yang beredar dari mulut ke mulut denganberbagai versnya, wisatawan yang datang ke sana tetap patuh pada aturan. Tidak ada yang berani sekali-kali mengambil ular lalu membawanya pergi. Atau melakukan penganiayaan terhadap ular-ular sebegai penghuni tetap pulau tersebut. Intinya dimanapun kita berada, jangan pernah berbuat kerusakan atau penganiayaan kepada mahluk manapun," pungkasnya.

(*)