PEKANBARU (Harian.co) — Dewan Kesenian Riau (DKR) kembali menaja program tahunan mereka berupa Rarak Cipta Musik. Jika tahun sebelumnya bertemakan Nandung, tahu 2024 ini mengambil tema Ritus atau ritual. 

Ketua Komite Musik DKR, Rorry alias Itoy Sagu Band, mengatakan, setiap tahunnya Rarak Cipta Musik DKR terus mengalami perkembangan. Dalam tiga tahun belakangan ini, biasanya yang dinilai adalah kelompok atau group namun tahun 2024 ini yang dinilai adalah komposernya.

"Tema Ritus ini sesuai dengan program pusat yakni, jalur rempah. Setiap ritual pasti ada rempah-rempahnya, dari sini sang komposer menterjemahkan atau menyampaikan ritual itu dalam bentuk bunyi atau musik," ucap Itoy, Selasa (18/06/2024).

Sedangkan terkait penilaian pada komposer, jelas Itoy, hal ini adalah upaya DKR merangsang anak muda menjadi komposer. Apalagi pada saat ini di Riau pemusik boleh dikatakan mudah dicari namun komposer sangat sulit dicari. "Memang menjadi seorang komposer tidak mudah, apalagi menterjemahkan sesuatu itu dengan bunyi-bunyian. Ini kerja berat tapi kami di DKR harus merangsangnya," ungkap drummer Sagu Band itu.

Itoy membeberkan, pada saat Rarak Cipta Musik diumumkan di laman Medsos DKR, ada 11 komposer yang mendaftar. Dari 11 komposer yang tersebar di kabupaten/kota yang ada di Riau ini hanya 7 komposer yang mengirim karya.

Dari 7 komposer ini, lanjut Itoy, diseleksi untuk malam puncak tanggal 21-22 Juni 2024, dinilai secara langsung oleh dewan juri, maka terseleksi lah 5 komposer untuk tampil di Panggung Otong Lenon, Taman Budaya.

Ke-5 komposer terpilih pada Rarak Cipta Musik  Dewan Kesenian Riau 2024 itu masing-masing adalah:
  1. Sutra Harmiko (Limuno) Kuantan Singingi
  2. Rakis Fadli (Buloh Mudo) Pekanbaru
  3. Junaidi (Tengkah Zapin) Pekanbaru
  4. Febri Hengki (Sendayung) Kampar
  5. M. Sukron (Rumah Seni Balai Proco) Rokan Hulu.

"Nantinya kita akan menyurati masing-masing Dewan Kesenian Daerah (DKD), untuk mendampingi para komposernya. Hal ini dilakukan agar semakin kuat sinergitas organisasi seniman dengan seniman itu sendiri," ucap Itoy.

Sementara itu Ketua Umum DKR, Taufik Hidayat, mengucapkan terima kasih kepada pengurus DKR sebelumnya, karena Rarak Cipta Musik yang menjadi handalan program DKR sejak tahun 2002, pada saat ini sudah banyak melahirkan komposer dan musisi baru di Riau.

Rarak Cipta Musik ini, jelas seniman multi talenta Riau yang biasa disapa Atan Lasak itu, pada zaman serba teknologi ini keberadaannya semakin sangat diperlukan. Sebab, dengan kemajuan teknologi secara instan siapa saja bisa menciptakan lagu meskipun yang bersangkutan sama sekali tidak tahu tentang musik.

Dengan mengunakan aplikasi AI, jelas Taufik, lagu dalam hitungan menit bisa terciptakan, bahkan jika tidak punya lirik AI juga bisa menyediakan lirik. Namun lagu yang lahir dari kemajuan teknologi ini tidak punya nilai, tidak dapat rasanya karena tergantung algoritma mereka. Meskipun demikian, aplikasi ini bisa menjadi mesin "pembunuh" bagi musisi dan bisa saja mempengaruhi seniman atau musisi tradisi. 

Kemajuan teknologi ini, jelas Taufik, tak bisa ditolak dan jangan dijadikan musuh namun harus dijadikan teman untuk memancing gairah berkesenian. Sebab, algoritma aplikasi AI tidak ada kearifan lokal dan ini hanya bisa ditemukan dalam Rarak Cipta Musik.

Menurut Taufik, bahwa Rarak Cipta Musik adalah salah satu penangkal terbunuhnya musisi tradisi. Bahkan, Taufik yakin betul, dengan adanya kemajuan teknologi ini musisi tradisi semakin punya tempat untuk berkembang. Apalagi bunyi dengan kearifan lokal lahir dari budaya yang peka terhadap lingkungan.

"Berbicara soal seni budaya, terutama musik, kita juga bicara soal lingkungan dengan kearifan lokal. Tinggal bagaimana kita mengemasnya dari tradisi menjadi industri. Lewat Rarak Cipta Musik ini DKR berupaya mengemas sesuatu tradisi menjadi industri," ungkap Taufik. 

(*)