BANDUNG (Harian.co) — "Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi maka berbagai modus kejahatan pun terus berkembang. Termasuk kejahatan-kejahatan yang menggunakan teknologi informasi sebagai basis pengembangan modus operandinya dengan alasan mempermudah operasi kriminal, memperkecil resiko ketahuan, sulit dalam pelacakan bahkan bisa dilakukan sendirian. Artinya tidak harus berkelompok dengan pembagian tugas dan peran dalam perencanaan kejahatannya, sebagaimana sering dilakukan dalam perencanaan operasi kejahatan konvensional. Oleh karena itu, metode dan teknik penyelidikan dan penyidikan kejahatan pun tentu akan terus berkembang mengikuti irama dan ritme kejahatannya. Jika tidak bisa mengikuti ritme, maka tentu penyelidik atau penyidik akan mengalami kesulitan dalam memecahkan sebuah peristiwa pidana," ungkap Pimpinan Lembaga Pengembangan Profesi dan Teknologi Kepolisian (LP2TK) Dede Farhan Aulawi di Bandung, Sabtu (22/06/2024).

Hal tersebut ia sampaikan dalam obrolan santai dengan beberapa koleganya di sebuah cafe di Bandung. Menurutnya, salah satu disiplin ilmu yang berkembang dengan pesat dalam merespon dinamika tantangan tugas di atas, adalah kemampuan personil penyidik di bidang Digital Forensik. Ilmu Digital forensik sudah mulai diterapkan di dunia forensik dalam kasus penanganan kejahatan digital yang bertujuan memulihkan dan menginvestigasi konten pada perangkat digital yang dijadikan barang bukti dan biasanya penggunaan ilmu ini diterapkan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan siber. 

"Digital forensik ini diperlukan ketika suatu barang bukti digital dari penyelidikan kasus kejahatan siber biasanya dikunci, dihapus atau disembunyikan, sehingga melalui investigasi forensik diharapkan dapat mengembalikan bukti-bukti tersebut. Oleh karena itu, keterampilan ini menjadi sangat penting agar mampu mengungkap kejahatan, baik yang berbasis halaman Surface Web maupun Deep web. Bukti-bukti tingkat kejahatan siber yang umum terjadi di layanan Surface Web diantaranya kebocoran data, pornografi dan hal-hal seputar peretasan dengan persentase kejahatan hacking sebesar 49%, kebocoran data sebesar 36% dan pornografi 15%. Sedangkan pada Deep Web terdapat berbagai macam kejahatan dan transaksi ilegal dibandingkan dengan Surface web dengan persentase kegiatan hacking 31%, kegiatan transaksi narkoba 29%, kebocoran data 26%, pornografi 7%, dan transaksi jual beli senjata juga sekitar 7%," tambah Dede.

Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa pada umumnya orang memiliki pandangan di era internet ini, Google bisa membantu manusia menemukan semua informasi yang diperlukan. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa google saat ini telah menjadi semacam ‘Mbah Dukun Modern’, karena apapun yang ingin diketahui ada di sana. Ungkapan ini secara umum mungkin tidak terlalu salah karena faktanya hampir seperti itu. Namun faktanya, google tidak sedangkal itu dan ada jutaan hal yang tersembunyi dari Google. Salah satunya adalah deep web.

"Saat ini ada banyak sekali website aktif dan website yang terindeks oleh robot Google, meskipun sebagian diantaranya dinyatakan tidak aktif. Bahkan ada ribuan website baru muncul setiap harinya. Tapi sekali lagi, jumlah tersebut hanya yang bisa ditemukan oleh robot Google. Sedangkan deep web, yang tersembunyi dari Google, jumlahnya lebih besar lagi. Hal yang menarik dari deep web adalah adanya miskonsepsi di masyarakat. Tidak sedikit orang menganggap, deep web merupakan tempat bagi konten-konten menakutkan, aneh, gila, pencuri, psycho, dan lain sebagainya. Padahal jika ditelaah lebih dalam lagi, konten-konten di deep web justru lebih “berbobot” atau “bernilai” daripada yang ada di permukaan," imbuhnya.

Kemudian ia juga menambahkan bahwa karena sifatnya “tersembunyi” berarti dia tidak bisa ditemukan oleh Google atau mesin pencari lainnya. Namun hal ini tidak menjadikan deep web sebagai konten yang “gaib”. Dia tetap ada, hanya tidak semua orang bisa mengaksesnya. Deep web sengaja disembunyikan dari jangkauan Google karena data atau informasi yang ada di dalamnya memiliki nilai lebih daripada yang ada di permukaan. Atau bisa juga karena sifatnya rahasia. Setiap website yang mengharuskan pengunjungnya untuk login memakai password, itu sebenarnya  termasuk ke dalam bagian deep web. Jadi deep web bukan tempat berkumpul para pengguna internet yang “anti mainstream”. Bukan pula tempat transaksi jual beli barang-barang ilegal. Deep web hanya informasi yang terlalu berharga sehingga harus disembunyikan dari orang banyak.

Lebih lanjut Dede juga menjelaskan bahwa di balik permukaan samudera yang luas ini, ada bagian lain yang lebih luas dan dalam lagi, yaitu website, konten, dan segala hal yang tersembunyi dari mesin Google. Deep web sendiri singkatnya bisa dianggap sebagai konten-konten yang berada di luar jangkauan robot mesin pencari. Bisa karena pemiliknya tidak memberikan izin atau kontennya terlindungi. Yang jelas, kedalaman atau ukurannya tidak mungkin dihitung.


Deep web pada awalnya tidak terlalu menarik perhatian publik, tetapi setelah penangkapan “Dread Pirate Roberts” pencetus sekaligus operator dari marketplace “Silk Road” sebagai tempat transaksi barang-barang ilegal, jadi perhatian masyarakat luas. Sejak saat itu, deep web tidak pernah dilupakan oleh orang-orang yang tertarik pada konspirasi, misteri, rahasia, atau hal-hal yang berbau horor. Jauh di bawah deep web, di kegelapan yang tidak bisa ditembus oleh cahaya sama sekali, ada bagian yang tidak bisa diakses oleh semua orang yaitu apa yang dikenal dengan dark web alias hidden web. Dark web singkatnya adalah jaringan atau konten yang tidak bisa dijangkau oleh internet jika tidak ada yang membagikannya secara langsung. 

"Untuk bisa melihat apa yang ada di dalam dark web, diperlukan perlengkapan khusus yaitu TOR browser, dan mayoritas situsnya hanya bisa diakses secara anonim. Bitcoin yang saat ini harganya melambung luar biasa, pada awalnya tidak mendapat perhatian luas. Namun setelah dijadikan instrumen untuk melakukan tebusan dari infeksi virus wannacry, namanya menjadi semakin populer. Inilah sedikit ilustrasi kejahatan yang berbasis internet. Untuk mengungkapnya, maka sekali lagi sangat diperlukan banyak ahli yang terampil di bidang tersebut untuk membantu pengungkapan kasus-kasus tertentu," pungkasnya.

(*)