JAKARTA (Harian.co) — "Universitasi Bakrie melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PkM) khususnya kepada ibu-ibu PKK dan warga RW 02 Kelurahan Pancoran Jakarta Selatan dalam rangka mendukung tujuan nomor 12 dari 17 tujuan SDGs yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab Sebagaimana dilansir Kementerian PPN/Bappenas, tujuan nomor 12 ini memiliki target diantaranya pada 2030 secara substansial mengurangi produksi limbah melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali. Salah satu dari limbah rumah tangga yang berpotensi didaur ulang adalah minyak jelantah," ungkap Dosen Universitas Bakrie Sirin Fairus di Jakarta, Kamis (27/06/2024).

Hal tersebut ia sampaikan di sela-sela kegiatan PkM Universitas Bakrie berupa pelatihan Pembuatan Sabun Cair dengan menggunakan Ecoenzyme dari minyak jelantah. Selama ini, dirinya beserta dosen dan mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Bakrie memang dikenal rajin melakukan kegiatan pengabdian pada masyarakat.

Menurutnya, minyak goreng menjadi salah satu barang konsumsi utama masyarakat Indonesia sehari-hari. Hal ini dapat menghasilkan limbah minyak jelantah setelah penggunaannya beberapa kali. Selama proses menggoreng, minyak dapat mengalami kerusakan fisika dan kimia seperti perubahan warna menjadi coklat sampai kehitaman dan terbentuknya akrolein pada minyak goreng yang menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan jika dikonsumsi.

Minyak jelantah jika dibuang langsung ke saluran pembuangan, minyak dapat membeku dan menjadi lapisan-laporan tebal yang mengendap di dinding sistem saluran pembuangan dan menyebabkan saluran tersumbat sehingga air dapat meluap ke luar saluran, ke dalam tanah, dan/atau jalan raya. Semakin banyak penduduk di suatu kota, akan kian banyak juga potensi minyak jelantah yang dihasilkan. 

Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa dengan merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) yang mencatat permintaan minyak goreng sawit, terutama dari kalangan rumah tangga cenderung meningkat setiap tahun. Di mana pada 2020 saja, permintaan minyak goreng meningkat sebesar 17,35 juta ton atau 3,6%, lebih banyak dari tahun sebelumnya sebanyak 16,75 juta ton.

Informasi hasil kajian Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Traction Energy Asia pada tahun 2021, berdasarkan dari konsumsi 13 juta ton minyak goreng, ada produksi minyak jelantah hingga 3 juta ton. Dimana 1,6 juta ton diantaranya didapatkan dari rumah tangga perkotaan besar.

Hal memprihatinkan, dari total minyak jelantah tersebut paling banyak hanya sekitar 1,95 juta ton (sekitar 2,43 juta kiloliter) saja yang digunakan untuk minyak goreng daur ulang yang nantinya dijual atau digunakan kembali untuk memasak.

Sebanyak 148.380 ton (184.900 kilo liter) diekspor dan sekitar 570.000 kilo liter digunakan untuk bahan baku biodiesel atau kebutuhan lainnya di dalam negeri. Sisanya, berakhir di saluran-saluran pembuangan dan berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan. 

Itulah yang melatarbelakangi pemikiran tentang pentingnya edukasi dan pelatihan pemanfaatan minyak jelantah menjadi produk turunan yang berguna seperti sabun cair cuci tangan. Hal ini lah yang dilakukan oleh tim Pengabdian kepada Masyarakat yang terdiri dari dosen, tenaga pendidik dan mahasiswa Prodi Teknik Lingkungan Universitas Bakrie.

Sebagai upaya nilai lebih dari kualitas dan fungsi produk turunan sabun cair cuci tangan ini, maka digunakan juga ecoenzyme yang merupakan cairan hasil fermentasi limbah organik seperti kulit buah atau limbah sayur-sayuran. Ecoenzyme yang ditemukan oleh Dr. Rosukon Poompanvong (Pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand) mempunyai banyak manfaat.

Berbagai link informasi menyatakan manfaat ecoenzyme antara lain sebagai deterjen, hand sanitizer, pupuk organik, pengusir hama, desinfektan, pel lantai, pembersih air, detoksifikasi, pestisida alami, pembersih kaca, air purifier dan lain-lain. Eco enzyme tidak mengandung senyawa kimia yang tidak bersahabat bagi manusia maupun lingkungan, sehingga penggunaannya relatif aman. 

"Sebelum pelatihan, Tim PkM dibantu oleh beberapa mahasiswa telah uji coba laboratorium untuk membuat 14 varian sabun cair dengan memasukkan unsur bahan minyak jelantah, kopi, essential oil dan ecoenzyme. Kemudian 14 varian masing-masing 2 produk ini dilakukan uji sesori yang melibatkan 30 panelis untuk mendapatkan tingkat penerimaan terbaik.  uji sensori meliputi  warna, tekstur, bau/aroma, busa hasil cuci  dan overall. Selama acara pelatihan, tampak para peserta bahkan anak-anak mereka sangat semangat karena mereka bebas berkreasi memilih  pilihan aroma essencial oil dan warna sesuai dengan keinginnya. Mereka pun dapat membawa pulang sabun hasil buatannya ke rumah. Hasil dari kueseioner setelah pelatihan, maka dapat disimpulkan outcome dari kegiatan PkM Universitas Bakrie ini adalah adanya komitment bersama dari warga RW 02 Kelurahan Pancoran untuk menyalurkan sebagian minyak jelantah misalnya ke bank sampah dan sebagian lain untuk membuat pruduk sabun cair cuci tangan baik untuk keperluan sendiri atau untuk dijual. Selebihnya, Tim Universitas Bakrie akan memonitor dan mengevaluasi selama masa pendampingan beberapa bulan kedepannya," pungkas Sirin Fairus mengakhiri keterangan.

(*)