BANDUNG (Harian.co) — "Korupsi merupakan salah satu kosa kata yang sangat familiar di tengah masyarakat, dan sangat dibenci karena sangat merugikan keuangan negara dan menyengsarakan rakyat. Persoalannya perilaku korup saat ini bisa dibilang ‘telah membudaya’ karena terjadi hampir di semua lini dan semua tingkatan. Namun meskipun perbuatan tersebut sangat dibenci dan bertentangan dengan hukum, faktanya tidak mengurangi para penikmatnya bahkan terkesan terus tumbuh semakin subur. Di samping itu beragam modus baru juga telah lahir, baik yang benar-benar modus baru, modus modifikasi yang lama, dan modus-modus inovatif berbasis jaringan dan fasilitas teknologi," ujar Pegiat Anti Korupsi yang juga Dewan Pembina Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi (GNPK) RI Dede Farhan Aulawi di Bandung, Sabtu (27/07/2024).
Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi ringan dengan para pegiat anti korupsi di sebuah cafe di kawasan kota Bandung. Menurutnya, dengan berkembangnya keragaman dan kerumitan modus dalam melakukan tindak pidana korupsi sudah barang tentu harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas seluruh ‘pasukan’, maksudnya seluruh pegawai KPK agar mampu melaksanakan segenap tupoksinya secara maksimal. Kepiawaian dalam memainkan instrumen kecakapan (pengetahuan dan keterampilan) harus dilakukan secara paralel dalam membangun integritas, karena tanpa integritas yang baik pelaksanaan tugas tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Disinilah ‘pasukan’ yang berada di garda terdepan harus benar-benar terlatih dan teruji, baik yang berada di garis pencegahan maupun garis penindakan. Sistem pertahanan yang berada di lini pencegahan harus terus diperkuat karena pencegahan pada dasarnya jauh lebih baik daripada menindak setelah terjadinya peristiwa tipikor. Kalau sampai terjadi tipikor, biaya penanganan perkaranya mahal, butuh waktu proses yang cukup panjang, aset recovery-nya tidak mudah, dan setelah ditahan pun akan terus menjadi beban keuangan negara.
Oleh karenanya, sangat diperlukan terobosan-terobosan inovatif guna mencegahnya. Dia harus memiliki pengalaman dalam membangun sistem, wawasan intelijen yang mumpuni, dan keterampilan komunikasi persuasif yang baik. Keterampilan ini tidak bisa hanya dicetak melalui lembaga pendidikan saja, tetapi juga harus ditempa oleh pengalaman lapangan dengan mobilitas dan jaringan yang luas. Jadi kebijakan pencegahan seyogianya harus menjadi ujung tombak dari seluruh desain operasi pemberantasan korupsi.
Begitupun di bidang penindakan, peningkatan kapasitas akan dititikberatkan pada keterampilan investigasi (scientific crime investigation) dan analis forensik guna mendapatkan pembuktian peristiwa tipikor secara ilmiah. Teknik-teknik pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan bukti-bukti yang relevan, valid dan reliable akan menjadi sangat penting sebagai dasar peningkatan ke tahap penyidikan sampai penuntutan. Termasuk kemahiran dalam pemanfaatan dan pengolahan informasi dari berbagai sumber (terbuka dan tertutup), bahkan dari internet dan media sosial. Patroli siber di ranah dunia virtual bisa menjadi petunjuk awal ada atau tidaknya dugaan peristiwa pidana. Belum lagi familirisasi penggunaan alat-alat lidik sidik berbasis teknologi mutakhir.
Perlu ditekankan juga bahwa keragaman dan kerumitan modus tipikor saat ini terus berkembang guna mengelabui aparat. Berbagai teknik dan model juga terus divariasikan guna mengaburkan tindak pidana korupsi yang ia lakukan, baik secara sendirian atau melibatkan pihak lain. Bahkan terkadang melibatkan aktor-aktor antar negara guna menyulitkan pelacakan. Instrumen investasi, kepemilikan saham, kerjasama bisnis, dan seribu model lainnya guna membangun alibi sesat untuk menyesatkan.
Disinilah pentingnya penguatan fungsi Analytical Anti-Corruption Intelligence dimana secara umum akan terbagi pada bagian Strategic Analysis, Operative Analysis dan Tactical Analysis. Dimana secara teknis terbagi ke dalam 3 kegiatan:
- Surveillance (audio surveillance, visual surveillance, tracking surveillance, Data surveillance)
- Undercover Investigation
- Communication Intercepts
Di samping itu perlu keterampilan dalam mengembangkan Correlation Analysis dalam pengembangan penyelidikan untuk memahami peta jaringan atau keterlibatan pihak-pihak tertentu yang menyebabkan tindak pidana korupsi terjadi.
Kemudian yang tidak boleh dilupakan, di saat yang bersamaan (paralel) harus terus memperkuat berbagai upaya untuk membangun budaya dan karakter yang berintegritas. Pengemban fungsi penegakan hukum pasti akan sangat rawan dengan berbagai godaan dan ‘peluang’, sehingga tidak sedikit oknum aparat penegak hukum pada akhirnya melacurkan martabat dan profesionalitasnya hanya karena tidak mampu menahan berbagai gempuran godaan, tawaran, iming-iming atau janji yang sangat ‘menawan’.
"Bagaimanapun sulitnya dalam melakukan pemberantasan korupsi, tetap harus memiliki optimisme dan semangat dalam berikhtiar untuk menyelamatkan negara dari rakusnya para pelaku korupsi. Kita harus yakin bahwa dari ratusan juta anak bangsa, pasti masih banyak yang memiliki idealisme dan semangat pengabdian untuk memberikan yang terbaik bagi nusa dan bangsanya. Disinilah kata kuncinya, bahwa peningkatan kapasitas dan integritas sangat penting dan urgen untuk segera dilakukan dalam rangka mengimbangi berbagai modus tipikor. Bangun sistem yang mampu memberikan efek jera bagi pelakunya dan memberikan pengembalian aset yang maksimal bagi negara," tegas Dede.
(*)