JAKARTA (Harian.co) — "Dalam diri manusia, adanya dua buah dorongan yang bisa mempengaruhi sudut pandang, sikap mental ataupun perilaku dalam memandang sebuah fenomena kehidupan. Baik kehidupan sosial kemasyarakatan, ataupun kehidupan yang terkait dengan aktivitas di lingkungan kerjanya. Kedua hal tersebut harus diketahui, disadari dan dipahami oleh setiap individu agar bisa menentukan positioning pribadinya, dan juga tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. Jangan hanya pasrah dalam ketidakberdayaan karena menganggap banyaknya faktor luar yang menentukan, tetapi harus yakin pada kemampuan dan kekuatan diri untuk bisa membuktikan keberhasilan," ujar Pemerhati Psikologi Kepribadian Dede Farhan Aulawi di Jakarta, Selasa (09/07/2024).
Hal tersebut ia sampaikan dalam obrolan ringan dengan beberapa rekannya di sebuah cafe kawasan Jakarta Timur. Menurutnya dalam diri manusia ada pengaruh Internal Locus of Control dan Eksternal Locus of Control.
Locus of control internal diartikan sebagai keyakinan seseorang bahwa didalam dirinya tersimpan potensi besar untuk menentukan nasib sendiri, tidak peduli apakah lingkungannya akan mendukung atau tidak mendukung.
Individu seperti ini memiliki etos kerja yang tinggi, tabah menghadapi segala macam kesulitan, baik dalam kehidupannya maupun dalam pekerjaannya. Di sisi lain, individu yang eksternal locus of control-nya cukup tinggi akan mudah pasrah dan menyerah jika sewaktu-waktu terjadi persoalan yang sulit.
Individu semacam ini akan memandang masalah-masalah yang sulit sebagai ancaman bagi dirinya, bahkan terhadap orang-orang yang berada disekelilingnya pun dianggap sebagai pihak yang secara diam-diam selalu mengancam eksistensinya. Bila mengalami kegagalan dalam menyelesaikan persoalan, maka individu semacam ini akan menilai kegagalan sebagai semacam nasib dan membuatnya ingin lari dari persoalan.
Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa mereka yang yakin dapat mengendalikan tujuan mereka dikatakan memiliki locus of control internal, sedangkan yang memandang hidup mereka dikendalikan oleh kekuatan pihak luar disebut memiliki locus of control eksternal.
Internal control mengacu pada persepsi terhadap kejadian baik positif maupun negatif sebagai konsekuensi dari tindakan ataupun perbuatan sendiri dan berada dibawah pengendalian dirinya. Eksternal control mengacu pada keyakinan bahwa suatu kejadian tidak memiliki hubungan langsung dengan tindakan yang telah dilakukan oleh dirinya sendiri dan berada di luar kontrol dirinya.
"Dengan menggunakan locus of control, perilaku kerja dapat dilihat melalui penilaian karyawan terhadap hasil mereka saat dikontrol secara internal ataupun secara eksternal. Karyawan/manajer yang merasakan kontrol internal merasa bahwa secara personal mereka dapat mempengaruhi hasil melalui kemampuan, keahlian, ataupun atas usaha mereka sendiri. Karyawan yang menilai kontrol eksternal merasa bahwa hasil yang mereka capai itu di luar kontrol mereka sendiri, mereka merasa bahwa kekuatan-kekuatan eksternal seperti keberuntungan atau tingkat kesulitan terhadap tugas yang dijalankan, itu lebih menentukan hasil kerja mereka," tambahnya.
Perbedaan karakteristik antara locus of control internal dan eksternal adalah sebagai berikut :
1. Locus of control internal
- a.Suka bekerja keras
- b.Memiliki insiatif yang tinggi
- c.Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah
- d.Selalu mencoba untuk berfikir seefektif mungkin
- e.Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil
2. Locus of control eksternal
- a.Kurang memiliki inisiatif
- b.Mudah menyerah, kurang suka berusaha karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol. Merasa tidak punya ‘cantolan’, backing, dan lain-lain
- c.Kurang mencari informasi
- d.Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan
- e.Lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain
"Dampak nyata dari pengaruh adanya locus of control internal dan eksternal, maka sebagian besar para pemimpin / manajer level menengah dan level bawah di Indonesia banyak yang masih merasa sungkan terhadap atasannya untuk mengungkap apa yang menjadi pikiran, gagasan dan ide-ide mereka meskipun para manajer tersebut tahu bahwa ada hal yang lebih baik yang perlu dipertimbangkan sebelum sebuah keputusan dibuat oleh pimpinan," pungkas Dede.
(*)