Harian.co — Dunia terus berubah seiring dengan perubahan zaman yang banyak diwarnai oleh dampak pesatnya perkembangan teknologi yang semakin memudarkan sekat – sekat batas suatu wilayah. Arus informasi pun terus mengalir, bahkan menimbulkan tsunami informasi yang semakin sulit membedakan sebuah KEBENARAN atau KEBOHONGAN. Tampaknya seperti hal yang sederhana, tetapi terjangan gelombang informasi tersebut berdampak terhadap dukungan masyarakat dunia terkait sebuah kondisi yang terjadi di belahan manapun.
Begitupun jika dilihat dalam perspektif global saat ini, ancaman terhadap kedaulatan negara telah berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi. Teknologi pertahanan selalu dianggap mewakili kekinian karena senantiasa didorong oleh kemampuan penangkalan untuk dapat menjawab tuntutan dan merespon ancaman yang selalu berubah. Oleh karena itu, produk pertahanan selalu menjadi state of the art. Akibatnya, suatu negara yang memiliki industri pertahanan yang mapan dianggap memiliki sebuah keuntungan strategis dalam tatanan global.
Kemajuan teknologi dan industri pertahanan telah berhasil menciptakan senjata – senjata baru yang semakin mengkhawatirkan. Dari satu sisi bangga seolah system pertahanan akan semakin canggih, namun di sisi lain kalau mau objektif akan semakin mengkhawatirkan nilai – nilai kemanusiaan yang semakin tergerus dan semakin terancam. Industri – industry pertahanan pun semakin agresif mencari pasar agar produk unggulannya bisa terserap dan dibeli pasar. Dengan demikian secara tidak langsung sebenarnya industri pertahanan bisa bangkrut jika tidak ada perang. Inilah yang disebut dengan Logika Bisnis Kausalitas.
Kemajuan teknologi ini pada akhirnya akan menuntut perubahan secara mendasar dalam doktrin, operasional dan konsep organisasi militer, termasuk karakter dan cara melakukan operasi militer. Perubahan ini secara umum dikenal dengan Revolution in Military Affairs (RMA). Oleh karena itu, negara-negara besar berupaya untuk mengembangkan persenjataan sebagai produk industri pertahanan mereka dengan mengedepankan aplikasi teknologi canggih. Saat ini, teknologi persenjataan dengan kemampuan siluman (stealth) dan persenjataan tanpa awak seperti Unmaned Aerial Vehicle (UAV) menjadi produk-produk andalan industry pertahanan negara-negara maju.
Terlebih untuk kondisi saat ini, disamping medan peperangan dunia nyata juga muncul medan pertempuran baru di dunia maya (cyberspace). Meskipun sifatnya dunia maya, tetapi dampaknya bisa mengganggu bahkan menghancurkan system pertahanan lawan. Kondisi ini yang kemudian membuat sebuah negara perlu untuk mempersiapkan sistem dan alutsista serta kesiapan personil dalam menghadapi transformasi karakteristik perang tersebut.
Indonesia, sebagai bagian dari sistem internasional, perlu untuk merespon perkembangan teknologi pertahanan global. Terlebih, dalam era globalisasi saat ini ancaman yang muncul terhadap keamanan dan pertahanan negara tidak lagi mengenal batas ruang dan waktu. Lingkungan strategis baik dalam tataran global maupun regional saat ini telah mengadopsi berbagai teknologi terbaru bagi kepentingan militer yang ditujukan untuk mempertahankan diri dan kepentingan nasional dari berbagai ancaman yang muncul.
Disinilah penting dan strategisnya keberadaan kebijakan yang memiliki komitmen dan tekad yang kuat guna memperkokoh posisi Industri pertahanan dalam negeri dalam mengembangkan sistem pertahanan secara mandiri. Baik yang terkait dengan kuantitas maupun kualitas yang disesuaikan dengan karakteristik kewilayahan serta menghilangkan ketergantungan secara politis terhadap negara lain. Pembinaan industri pertahanan domestik telah terbukti dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan sistem pertahanan dan modernisasi alutsista China dan India yang saat ini tumbuh menjadi kekuatan militer besar di Asia. Barangkali ini juga yang menginisiasi fakta lahirnya Undang-Undang No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Oleh: Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Pertahanan & Keamanan)