BANDUNG (Harian.co) — Manusia pada dasarnya merupakan mahluk yang saling membutuhkan satu sama lainnya, sehingga dalam kehidupan empirik lahirlah apa yang disebut dengan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi inilah manusia menggunakan bahasa sebagai alat dalam berkomunikasi sehingga satu sama lain bisa memahami apa yang dimaksudkan oleh si pembicara.

"Dalam memproses bahasa inilah saraf-saraf dalam otak bekerja untuk merangkaikan kata sehingga muncullah sebuah bahasa yang terucap dalam diri seseorang yang digunakan sebagai alat komunikasi. Jika dilihat dari proses cara kerja bahasa yang dihasilkan, terlihat bahwa bahasa sangat berkaitan dengan otak dalam cara pembentukannya. Oleh karena itu, muncullah sebuah ilmu yang membahas kajian hubungan antara cara kerja sistem syaraf otak manusia dalam memproses bahasa yaitu Neurolinguitik," ujar Pemerhati Komunikasi Dede Farhan Aulawi di Bandung, Jum’at (25/10/2024).

Menurutnya, neurolinguistik adalah gabungan dari dua bidang keilmuan yaitu neurologi dan linguistik. Neurologi merupakan cabang dari ilmu kedokteran yang menangani kelainan pada sistem saraf yang berpusat di otak, sedangkan linguistik merupakan ilmu yang mengkaji tentang kebahasaan. Jadi neurolinguistik merupakan bidang kajian dalam ilmu linguistik yang membahas struktur otak yang dimiliki seseorang untuk memproses bahasa, termasuk di dalamnya gangguan yang terjadi dalam memproduksi bahasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa neurolinguistik adalah mengkaji antara hubungan antara otak manusia dan bahasa.

Hal ini ia sampaikan dalam obrolan santai bersama teman – temannya ketika kumpul di sebuah cafe yang cukup menarik di kota Bandung. Pada kesempatan ini, Dede juga menjelaskan bahwa otak manusia terbagi atas dua bagian yaitu hemisfer kiri (belahan otak kiri) dan hemisfer kanan (belahan otak kanan). Hemisfer kiri dan kanan mempunyai tugas dan fungsi masing-masing tetapi saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Kedua belahan otak ini pun memiliki keterkaitan erat terhadap perilaku yang muncul terhadap individu manusia, termasuk sifat dan karakternya. Pembagian tugasnya adalah :
- Belahan otak kiri : bahasa, analitis, teoritis, logika
- Belahan Otak kanan : nonverbal, visiospasial, musik, gambar, insting/intuisi, sintesis 
Belahan otak bagian kiri lebih dikhususkan untuk bahasa tidak saja termasuk tuturan dan pendengaran, tetapi juga membaca dan menulis. Artinya, semua informasi yang dipahami sebagai bahasa pada dasarnya diproses oleh belahan otak bagian kiri. Disamping itu, belahan otak bagian ini dikhususkan untuk pemahaman temporal yaitu memproses semua rangsangan yang diterima dalam jangka waktu yang berbeda. Termasuk untuk memproses hal secara logika. Sementara itu, belahan otak bagian kanan dikhususkan untuk rangsangan auditori nonlinguistik, misalnya untuk memproses visiospasial yang melibatkan konsentrasi, seperti pemahaman tentang gambar, fotografi, serta kemampuan untuk mengetahui bentuk dan berat suatu objek dengan mengangkat atau mengendalikannya. Dengan kata lain, belahan otak bagian kanan dapat mengenali benda melalui sentuhan termasuk usaha untuk mengenal bentuk kotak yang ringan dan kotak yang berat.

"Ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pembahasan neurolinguistik, seperti kerusakan pada otak, berpengaruh terhadap usaha seseorang dalam memproses bahasa, sedangkan kerusakan organ lain, seperti paru-paru, jantung, hati dan ginjal tidak terlalu berpengaruh pada fungsi bahasa. Hal ini menandakan bahwa otak adalah suatu organ fisik, yang sangat berperan dalam memproses bahasa. Kerusakan otak akan mengakibatkan disfungsi khusus bahasa atau yang dikenal dengan afasia," imbuh Dede.

Kerusakan pada otak bagian sebelah kiri, menyebabkan sulitnya untuk memproses bahasa, walaupun mampu mendengar ujaran, tetapi gagal dalam memahaminya. Kerusakan otak bagian depan akan berpengaruh terhadap rangsangan untuk berbicara dan menulis. Kerusakan pada bagian belakang otak berpengaruh terhadap rangsangan linguistik untuk mendengar dan membaca. Kerusakan otak juga mengganggu kemampuan seseorang dalam memahami indera perasa. Jadi otak memiliki peran sentral dalam tubuh manusia terutama dalam hal pembentukan bahasa. Oleh karena itu, apabila terjadi kerusakan sedikit saja dari bagian otak maka kemungkinan dapat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang, karena otak dapat membentuk pola-pola bahasa seseorang.

Selanjutnya Dede juga mengatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, telah berhasil membuka tabir yang menyelimuti rahasia otak yang selama ini menjadi momok bagi sebagian besar orang. Berbagai hal yang menyangkut struktur, kapasitas, dan peran bagian-bagian otak manusia telah ditelusuri melalui teknik dan alat-alat untuk melakukan studi otak. Misalnya pengujian Takoskopik untuk memberikan informasi tentang lateralisasi hemsifer dalam kaitannya dengan fungsi bahasa secara umum. Hemisfer kiri tidak berhubungan dengan hemsifer kanan melakukan semua aktivitas berbicara, menulis, dan perhitungan matematis.

"Kemudian ada yang disebut uji Dichotic Listening dengan menggunakan sistem penyajian stimulus secara terpisah untuk masing-masing sisi, dalam hal ini telinga kanan dan kiri. Teknik yang menerapkan pengaturan neuroanatomis silang ini bertujuan untuk menelusuri perbedaan fungsi untuk masing-masing hemisfer.  Ada lagi teknik commissuroomy umumnya digunakan dalam menangani kasus epilepsi, yang digunakan dengan cara memotong corpus callosum yaitu semacam saluran penghubung dua hemisfer otak. Teknik cerebral commissurotomy adalah sebuah pembedahan dengan memisahkan hemisfer kanan dan kiri. Kemudian ada teknik Hemisperectomy yang diterapkan ketika melakukan kajian terhadap pendertia afasia dan penderita epilepsy, yaitu dengan cara mengangkat salah satu hemisfer yang cedera atau terganggu," pungkas Dede.

(*)